Kisah Perjalanan Hidup Sang Deklarator GAM Hasan Tiro
Sosok Hasan Tiro tidak selamanya mengobarkan semangat perlawanan terhadap Pemerintah RI. Ia ternyata juga sosok yang sangat nasionalis.
Editor: Dewi Agustina
Meskipun Hasan Tiro datang sebagai ketua konsorsium pengusaha Amerika, dia masih tetap seorang Aceh, bukan warga Indonesia.
Tapi kemudian Hasan Tiro meninggalkan segala kemewahan di Amerika.
Ia memilih pulang ke Aceh dan bergerilya bersama pengikut setianya.
Tepat 30 Oktober 1976, Hasan Tiro berhasil menyusup ke Aceh dengan sebuah kapal motor kecil.
Ia mendarat dengan selamat di Pasi Lhok, Kembang Tanjong, Pidie.
Dalam kepulangannya ke Aceh, Hasan Tiro meninggalkan Karim kecil, anak semata wayangnya dan istrinya Dora, ia tinggalkan di Amerika Serikat.
Baca: Jelang Libur Natal Jalan Tol Surabaya-Mojokerto Siap Beroperasi
Sampai saat ini tidak banyak informasi yang terungkap tentang keberadaan Karim di Tiro, anak satu- satunya pewaris Hasan Tiro dari perkawinannya dengan Dora, warga Amerika Serikat keturunan Yahudi yang memeluk Islam.
Beberapa informasi menyebutkan Karim di Tiro kini menetap di New York, Amerika Serikat.
Ia telah menjadi seorang akademisi, asisten professor dan mendalami sejarah Amerika.
Kembali ke Aceh
Seperti sudah mendapat panggilan hati, Hasan Tiro akhirnya kembali lagi ke Aceh, tanah kelahirannya setelah 30 tahun hidup terasing di Swedia.
Kepulangannya pada tahun 2008 itu ternyata menjadi akhir dari perjuangannya di organisasi GAM.
Pada 3 Juni 2010 Hasan Tiro meninggal setelah 13 hari dirawat di RSUZA, Banda Aceh.
Sehari sebelum ia menutup mata untuk terakhir kalinya, Pemerintah Indonesia resmi memulihkan status WNI Hasan Tiro.
Surat itu disampaikan Menkopolhukkam Djoko Suyanto kepada perwakilan mantan petinggi GAM, Malik Mahmud dan kerabat dekat Tiro, di Banda Aceh.
Dalam surat itu disebutkan salah satu pertimbangannya, yaitu alasan kemanusiaan, khusus dan politik.
Pertimbangan lainnya adalah nota kesepahaman damai antara Indonesia dan GAM.
Sebelumnya Hasan Tiro memegang kewarganegaraan Swedia sejak tahun 1979.
Sampai akhir hayat ayahnya, Karim Di Tiro, anak semata wayangnya, tak sempat mengiringi kepergian Hasan Tiro untuk selamanya.
Kala itu banyak orang di Aceh menunggu kepulangannya. Tapi itu tidak pernah terjadi. (sar)