Penghambat Pemilu Bisa Dipidanakan kata Komarudin Watubun
Belum tuntasnya Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan verifikasi pasangan calon (paslon) yang akan maju dalam pemilihan gubernur (pilgub) 2018
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum tuntasnya Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan verifikasi pasangan calon (paslon) yang akan maju dalam pemilihan gubernur (pilgub) 2018 menuai pendapat dari berbagai elit poltik saat ini.
Padahal Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyerahkan dokumen pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sejak 13 Januari lalu, untuk selanjutnya diserahkan ke MRP.
Anggota Komisi II DPR-RI Dapil Papua, Komarudin Watubun menilai kinerja, KPU Papua, DPR Papua dan MRP terkesan lamban dalam proses verifikasi dalam kaitannya dengan Undang-undang Otonomi Khusus, mengingat waktu pilkada serentak harus disesuaikan dengan jadwal nasional.
Sekeder diketahui Undang-undang yang mengatur hal tersebut adalah Undang-udang no 8 thn 2015 jo Undang-undang no 10 thn 2016, Undang-undang no 8 thn 2015 perubahan Undang-undang no 1 thn 2015 penetapan perpu no 1 tahun 2014 pilkada Pasal 12 huruf a yaitu dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Provinsi wajib melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat waktu.
"Seluruh acara ini harus berada dalam koridor pemilihan langsung secara serentak. jadwal tidak boleh diubah," tandasnya
Jika dalam proses verifikasi tersebut molor sementara penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua pada 12 Februari nanti harus diumumkan maka sesuai dengan Undang-undang Pilkada bisa dinyatakan tidak memenuhi syarat dan gugur.
"Dua pasangan calon bisa dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat akibat dari molornya proses tersebut," katanya.
Ditambahkannya pelaku pelaku yang menyebabkan molornya proses tersebut akan terkena sangsi pidana. Undang-undang yang mengatur hal tersebut yaitu Undang-undan no 10 thn 2016 perubahan kedua Undang-undang no 1 thn 2015 penetapan perpu no1 thn 2014 pilkada dan pasal 193a ayat (1) yang menyebutkan Ketua dan/atau anggota KPU Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
"Baik perorangan atau kelompok yang melakukan tindakan-tindakan yang terindikasi menghambat proses Pemilu diancam dengan hukuman pidana," jelasnya.
Pria yang disapa Bung Komar itu berharap semua pihak harus mempertimbangkan dan memikirkan kepentingan besar Rayat papua ke depan bukan karena ego masing-masing kelompok.
"Jika ini tidak dipikirkan bersama bisa menimbulkan konflik yang berkepanjangan," ujarnya.