Mengapa Peminat Alat Bantu Seks Kaum Hawa? Ini Kata Pakar Seksologi Unud Bali
Dalam konteks berfantasi seks ini, sex toy sebetulnya bukan alat bantu seks, tapi alat bantu untuk masturbasi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Bali I Wayan Erwin Widyaswara
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Mengapa pembeli alat bantu seks kebanyakan perempuan?
Ini sama sekali tak terkait dengan dorongan seksual perempuan dibandingkan laki-laki.
Tetapi, karena suplai barang yang terbanyak distok oleh pedagang sex toy adalah untuk konsumen perempuan. Mengapa demikian?
"Sebab, alat bantu seks untuk lelaki itu memang limited atau terbatas, dan berharga jauh lebih mahal daripada alat bantu seks untuk perempuan," kata Pakar Seksologi Unud, Dr Oka Negara, S Ked, FIAS kepada Tribun Bali.
Memang ada vaginator, alat bantu seks untuk konsumen laki-laki.
Tapi, sex toy jenis itu sangat sederhana, sehingga tak banyak membuat para pria tertarik untuk membelinya.
Tidak cukup untuk memberikan kepuasan, sehingga ada yang menganggap mending cari pekerja seks komersial saja.
Ada sex toy yang lebih cocok untuk pria, tapi sebetulnya barang itu lebih tepat disebut sebagai sex doll atau boneka seks.
Sex doll itu bisa seukuran manusia normal.
Di luar negeri produk sex doll sudah berkembang sedemikian rupa.
Sex doll bahkan sudah seperti pengganti perempuan, karena memang seukuran manusia normal.
Demikian bagus pembuatannya, ada sex doll yang sangat mirip dengan perempuan asli.
Pas penetrasi, terdengar suara desahan dari sex doll. Ada juga alat pengatur suhu pada sex doll.
Konon, begitu nyamannya menggunakan sex doll, karena misalnya tidak mungkin cerewet seperti perempuan asli, sehingga harga barang itu bisa sampai Rp 200 juta per biji di luar negeri.
Kalau sudah sex doll, itu sudah bukan lagi sebagai variasi, tetapi sebagai pengganti perempuan.
Tidak bisa dikatakan bahwa karena banyak pembeli sex toy adalah para perempuan, maka itu otomatis berarti bahwa minat, gairah atau dorongan seksual pada perempuan di sini lebih tinggi daripada laki-laki.
Baca: Ethan Stables: Kisah seorang teroris biseksual yang pernah membenci LGBT
Dari pengalaman di tempat praktik saya, laki-laki dan perempuan sama saja dorongan dan hasrat seksualnya.
Mereka yang pakai sex toy pada umumnya menginginkan fantasi seksual.
Mereka ingin membayangkan berhubungan dengan orang yang jadi idola.
Dalam konteks berfantasi seks ini, sex toy sebetulnya bukan alat bantu seks, tapi alat bantu untuk masturbasi.
Namun harus diingat, ada bahaya untuk melakukan masturbasi dengan alat. Ada risiko atau bahaya berupa alat bantu itu kotor atau bahannya kasar dan menimbulkan iritasi atau lecet pada alat kelamin. Risikonya bisa sangat serius.
Hubungan seksual yang berhasil itu ada tiga. Pertama, hubungan yang disepakati. Kedua, hubungan yang tidak mengakibatkan efek buruk; dan ketiga hubungan yang saling dinikmati bersama oleh pasangan.
Dalam hal hubungan yang disepakati, bisa saja satu pasangan menyepakati untuk menggunakan sex toy, misalnya demi ada variasi atau selingan daripada monoton.
Jadi jika pakai sex toy, itu harus dipastikan aman. Kalau ada pasangan, ya pastikan pasangan menyetujuinya, dalam arti sex toy itu sebagai variasi dalam hubungan intim maupun sebagai substitusi ketika sedang berjauhan dari pasangan.
Namun, janganlah penggunaan sex toy itu sebagai prioritas dalam urusan hubungan intim. Yang utama adalah berhubungan secara natural dengan pasangan hidup sendiri.
Sebaiknya, untuk kaum muda yang belum menikah, jika muncul dorongan birahi yang kuat ya salurkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Misalnya menekuni hobi.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.