Siswa SD di Deliserdang Harus Bertaruh Nyawa Untuk Bisa Bersekolah
Sania Pratiwi (10) dan sejumlah temannya dari Desa Manggis, harus menyeberangi Sungai Buaya dengan rakit, untuk menuju sekolah
Editor: Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUN-MEDAN -- Am Damanik (35) duduk di tepi Sungai Buaya. Kamis (11/8) siang, Warga Desa Manggis Dusun Tiga, Kecamatan Serbajadi, Serdangbedagai, Sumatera Utara ini, sedang menunggu anaknya pulang dari sekolah. Air mukanya kelihatan agak tegang.
Menurut Am, meski sudah terbiasa menunggu sang anak setiap hari sekolah, kecemasan masih saja tetap membekap dirinya, karena antara kediamannya dan sekolah sang anak, Sania Pratiwi (10), yang duduk di kelas 4, terpisah Sungai Buaya yang berarus deras.
"Kalau seperti sekarang, kan, kelihatan tenang (airnya). Nggak dalam juga. Paling-paling cuma sepinggang anak-anak. Tapi kondisinya bisa berubah tiba-tiba. Arusnya jadi deras. Ini yang selalu kita takutkan. Makanya, tiap pergi dan pulang sekolah saya sering menunggui anak di sini," katanya pada www.tribun-medan.com.
Sania bersekolah di SD Negeri 101979 yang terletak di Desa Bandarkuala, Kecamatan Galang, Deliserdang. Sementara ia tinggal Desa Manggis, Dusun III Buntu Bulat, Kecamatan Serba Jadi, Kabutapen Serdangbedagai,
Sania, seperti juga anak-anak lain di Desa Manggis, terpaksa menantang bahaya, tiap hari bertaruh nyawa sekadar untuk bisa sampai ke sekolah, karena memang sekolah tersebutlah yang terletak paling dekat dengan desa mereka. Jaraknya sekitar lima kilometer.
"Sebenarnya ada SD lain. Yang tidak perlu nyeberang sungai. Tapi jauh sekali jaraknya. Ada lima belas kilometer lebih. Jadi memang lebih dekat ke Bandarkuala," ucap Am.
Beberapa waktu lalu, imbuh Am, desa mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Bantuan tersebut berupa tali tambang yang sampai sekarang masih membentang melintang di atas Sungai Buaya. Tali untuk operasional getek (rakit sederhana).
"Kami bikin getek dari bambu. Cuma memang tidak selalu bisa jalan. Tidak ada yang khusus menyeberangkannya. Jadi kalau kebetulan ada orang dewasa yang bisa bawa getek, anak-anak ini naik getek. Kalau nggak ada, ya, terpaksa menyeberang," kata Am.
"Jadi kalau boleh kami warga di sini minta sama pemerintah untuk dibangunkan jembatan. Nggak usah yang bagus-bagus kali pun gak apa-apa. Yang penting bisa dipakai menyeberang dan kami para orang tua nggak was-was lagi kalau anak-anak kami pergi ke sekolah," ujar Am.
Sania sendiri walaupun setiap berangkat sekolah selalu melintasi sungai tersebut, ia masih saja takut. Pasalnya sungai tersebut cukup lebar dan arusnya deras, dan ia tidak bisa berenang. Namun ketakutannya itu tidak menghalanginya untuk menuntut ilmu di sekolah.
Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Deliserdang, Haris Binar Ginting, mengatakan baru mendengar ada anak sekolah yang harus menyeberang sungai untuk sampai ke sekolah. Dikemukakannya, karena lokasi merupakan perbatasanDeliserdang dan Serdangbedagai, Ginting mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dan berkoordinasi lebih dulu dengan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sergei.
Baca: KPK Sambut Positif Lampu Hijau Dari Jokowi Untuk Periksa Puan dan Pramono
Baca: Kartu Indonesia Sehat Tidak Berguna Bagi Korban Bom Bali, Chusnul Khotimah
"Wilayah tempat tinggal warganya itu di Serdangbedagai, tapi sekolahnya di wilayah kami. Dari sisi ini, saya kira, mereka (Serdangbedagai) yang harus lebih proaktif. Kita membuka diri, kok, untuk komunikasi dan koordinasi. Umumnya kalau ketemu kasus seperti ini, kan, demikian penanganannya," kata Ginting.
Ditanya perihal pengadaan jembatan, Ginting menyebut kemungkinan ke arah itu tidak tertutup. "Nanti kita koordinasikan bagaimana caranya. Bisa saja, misalnya, jembatan itu dibangun dengan anggaran bersama, patungan, antara Deliserdang danSerdangbedagai," ujarnya.
Pemkab Deliserdang sendiri, sebut Haris Ginting menambahkan, tidak pernah menolak kemajuan untuk pembangunan. Selama ini banyak warga bukan Deliserdang yang dibantu oleh Pemkab karena berbagai persoalan.
"Contohnya kemarin ada warga Medan yang terlantar, ya, kita bantu. Yang jelasnya kedua Pemkab harus bangun komunikasi," ucapnya.
Kepala Bagian Humas Pemkab Serdangbedagai, Indah Dwi Kumala, tidak dapat dihubungi. Beberapa kali dikontak ke nomor telepon selularnya tidak tersambung. Pula begitu Bupati Serdangbedagai, Soekirman. Kontak maupun pesan pendek yang dikirimkan ke nomor telepon selularnya tidak mendapatkan respon.(ris/dra)