Creative Hub Fisipol UGM Ajak Sarjana Baru Kembangkan Kewirausahaan Sosial
Creative Hub Fisipol UGM (C-Hub Fisipol) mengembangkan program kewirausahaan sosial (sociopreneurship) melalui program Akademi Kewirausahaan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Creative Hub Fisipol UGM (C-Hub Fisipol) mengembangkan program kewirausahaan sosial (sociopreneurship) melalui program Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM).
Program AKM ini memberikan kesempatan kepada para sarjana yang belum terserap dalam bursa kerja, untuk dapat mengambil andil dalam pembangunan masyarakat melalui pendampingan masyarakat untuk pengembangan wirausaha, sekaligus mendorong sarjana untuk nantinya mengembangkan aktifitas sociopreneurship.
“Akademi Kewirausahaan Masyarakat ini diharapkan bisa melahirkan gerakan sosial kewirausahaan nasional berbasis pedesaan. Dengan gerakan ini, kita ikut mendorong pengembangan wirausaha pedesaan dan peningkatan jumlah wirausahawan menjadi 4 persen dari total penduduk Indonesia, sebagai syarat untuk menjadi negara maju,” kata Dekan Fakultas Fisipol UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto, di Yogyakarta, Senin (28/5/2018).
“Program AKM akan terbagi dalam 3 modul atau tahap, yaitu cloning sociopreneurship, deployment sarjana ke pedesaan, dan off-takers produk wirausaha. Untuk tahap ini, AKM fokus pada program cloning atas berbagai bentuk wirusaha berbasis pedesaan yang sukses atau sociopreneur pedesaan," ujar Erwan.
"Prinsip dari program cloning ini; sejumlah sociopreneur pedesaan sukses akan menjadi model dan mentor bagi para sarjana yang terseleksi dalam rangkaian pelatihan sociopreneurship. Dalam implementasinya, program cloning dan keseluruhan AKM akan melibatkan kelompok bisnis, filantropi, pemerintah pusat dan daerah, sarjana baru lulus, dan komunitas internasional,” lanjut Dekan Fakultas Fisipol UGM ini.
Gagasan program AKM ini berangkat dari sejumlah pertimbangan. Pertama, besarnya angka pengangguran terdidik. Data terbaru menunjukkan, dalam satu tahun terdapat sekitar 800.000 lulusan sarjana, namun tidak semuanya terserap dunia kerja dan/atau memiliki usaha sendiri.
Estimasi per tahun, ada tambahan pengangguran terdidik sekitar 66.000. Untuk itu diperlukan langkah terobosan untuk mendidik calon wirausaha-wirausaha baru.
Kedua, rendahnya Global Enterpreneurship Index (GEI) Indonesia. Saat ini peringkat GEI berada di urutan 97 dari 136 negara. Peringkat Indonesia bahkan kalah dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara (mis. Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam).
Salah satu penyebab rendahnya GEI tersebut adalah kecilnya presentase jumlah wirausaha dibandingkan keseluruhan penduduk sebagai akibat dari rendahnya ketrampilan dan ethos kewirausahaan. Untuk itu, langkah shortcut dan terobosan sangat mendesak dalam rangka mengejar ketertinggalan ini.
Dan ketiga, di tengah situasi yang tidak ideal di atas, bangsa Indonesia memiliki banyak potensi komoditas yang tersebar di puluhan ribu desa, yang belum dikelola optimal.
Masyarakat di banyak desa Indonesia menunjukkan geliat pengembangan ekonomi, namun di banyak desa lainnya yang memiliki potensi yang besar justru terjebak dalam situasi kemiskinan.
Berdasarkan data Kemendes, saat ini tercatat setidaknya 22.000 desa masuk kategori tertinggal. Untuk itu, diperlukan adanya intervensi positif ke pedesaan, salah satunya melalui pengiriman sarjana wirausaha untuk bekerja bersama dengan rakyat.
Dalam rangka untuk mengatasi tantangan di atas, ketrampilan dan ethos wirausaha bagi generasi muda dan masyarakat luas mutlak dibutuhkan. Namun, hal ini dihadapkan pada kenyataan bahwa sekolah bisnis untuk mendapatkan pengetahuan dan skill wirausaha sangat mahal dan hanya dinikmati kalangan tertentu.
“Untuk itu perlu sekolah bisnis yang berkarakter disruptive (murah, cepat, aplikatif, dan menjangkau seluas mungkin). AKM yang dikembangkan C-Hub Fisipol UGM akan menghadirkan sekolah wirausaha dengan karakter disruptive tersebut,” jelas Erwan.
Melalui AKM, C-Hub Fisipol UGM mendorong lahirnya para Sarjana Pendamping Kewirausahaan yang siap diterjunkan ke desa-desa untuk menularkan berbagai pengetahuan, ketrampilan, dan jejaring yang dibutuhkan untuk pengembangan wirausaha.
Sarjana pendamping juga akan bekerja secara riil bersama masyarakat untuk mengembangkan dan melaksanakan kewirausahaan yang selaras dengan potensi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Program AKM ini akan membuka kesempatan bagi sarjana baru lulus yang belum bekerja dan/atau memiliki usaha untuk ikut dalam program pelatihan dan mentorship, sebelum nantinya diterjunkan ke pedesaan.
Secara teknis, tahapan modul cloning AKM akan meliputi pendaftaran dan seleksi, inkubasi (training sociopreneurship dan pendampingan masyarakat selama beberapa hari), pelatihan kebangsaan, dan dialog kebangsaan yang melibatkan beberapa kementerian.
"Kami mengundang calon-calon sociopreneurship muda untuk bergabung dalam program ini," ujarnya.