Sayembara BKSDA Berhadiah Rp 10 Juta Untuk Mengungkap Pembunuh Gajah dan Pencuri Gading di Aceh
Alasan penangkapan Bunta tahun 2006 itu, kata Sapto, karena waktu itu masih berlaku kebijakan menangkap gajah yang berkonflik untuk dilatih.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Seni Hendri
SERAMBINEWS.COM, IDI - Kematian gajah jinak bernama Bunta di CRU Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, ternyata meninggalkan duka mendalam bagi sejumlah pihak, terkhusus bagi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Saking terpukulnya dan berharap segera terungkap pembunuh Bunta, BKSDA Aceh pun menggelar sayembara berhadiah Rp 10 juta bagi siapapun yang bisa memberikan informasi akurat tentang pelakunya.
"BKSDA Aceh dan mitra akan memberikan hadiah Rp 10 juta bagi siapa pun yang bisa memberikan info akurat pembunuh Bunta. Buru pembunuh," tulis Sapto di akun facebooknya yang diunggah pukul 21.00 WIB, Minggu (10/6/2018) malam.
Hingga pukul 22. 30 WIB, status tersebut mendapat 31 like, 21 komentar, dan 16 kali dibagikan.
Sapto mengatakan sayembara ini berlaku hingga pelaku yang membunuh gajah berhasil ditangkap.
"Sampai dapat. Termasuk kalau polisi yang ungkap hadiahnya ya diberikan kepada polisi, kan untuk siapapun," tulis Sapto menjawab pertanyaan wartawan yang tergabung dalam grup whatsapp BKSDA Aceh (Media Konservasi Aceh).
"Jurnalis kali kasih info A1 sehingga pelaku ditangkap, kita kasih juga," tulis Sapto lagi.
12 tahun jadi gajah jinak
Sebelum ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan di kawasan Conservation Respon Unit (CRU) di Dusun Jamur Batang, Gampong Bunin, Kecamatan Serbajadi, Aceh Timur, Sabtu (9/6/2018) pagi pukul 08.00 WIB, ternyata Bunta sudah berusia 27 tahun dan sudah sekitar 12 tahun menjadi gajah jinak sejak ditangkap tahun 2006 di Gampong Alue Rambe, Aceh Utara.
Sedangkan ditempatkan di CRU Serbajadi, sudah sekitar 2 tahun sejak 2016.
"Di antara gajah di CRU Serbajadi, dia (Bunta) paling berani," tulis Sapto lagi.
Alasan penangkapan Bunta tahun 2006 itu, kata Sapto, karena waktu itu masih berlaku kebijakan menangkap gajah yang berkonflik untuk dilatih. "Tapi tahun 2008 mulai dilarang," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, satu ekor gajah jinak jantan disebut-sebut bernama Bunta ditemukan mati di sekitar kawasan Conservation Respon Unit (CRU) di Dusun Jamur Batang, Gampong Bunin, Kecamatan Serbajadi, Aceh Timur, Sabtu (9/6/2018).
Gajah jinak Bunta ditemukan mati pertama kali oleh Saifuddin, selaku petugas CRU.
Sabtu pagi sekitar pukul 08.00 WIb itu, Saifuddin mendatangi lokasi gajah dan berencana untuk memindahkannya, tapi justru Saifuddin, sangat terkejut menemukan Bunta telah mati dengan kondisi mengenaskan.
Bagian pipi sebelah kiri Bunta terdapat luka bekas bacokan, dan gading sebelah kirinya hilang.
Luka menganga yang diduga bekas bacokan itupun diduga sebagai upaya paksa dilakukan pelaku untuk mengambil gading Bunta.
“Gadingnya diambil dengan cara membelah atau merusak pipi gajah tersebut,” jelas Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro, dalam kronologis tertulis yang diterima Serambinews.com.
Sebelumnya berjumlah empat ekor. Kini gajah jinak di CRU tersebut tersisa tiga ekor lagi, akibat kematian Bunta.
Sejak diresmikan Januari 2016 lalu oleh mantan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, BKSDA Aceh menempatkan empat ekor gajah jinak dari PLG Saree, ke CRU Serbajadi tersebut.
Sesuai tugasnya penempatan empat ekor gajah beserta pawangnya ini bertugas untuk meminimalisir konflik gajah liar dengan petani di daerah pedalaman tersebut, dengan cara menggiring gajah liar dari lokasi konflik ke kawasan hutan.(*)