Djarot dan Edy Saling Menyerang di Debat Terakhir
Tema debat antarkandidat yang diangkat penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Editor: Eko Sutriyanto
"Sudah dilakukan Pak Jokowi memberikan tanah sudah baik," ujarnya.
Mendengar penjelasan itu, Djarot memberikan tanggapan. Ia menyindir Edy terkait konflik agraria yang dialami petani Ramunia. Bahkan, para petani mendapatkan intimidasi.
"Konflik Agraria yang terjadi di masyarakat yang dijadikan intimidasi dan di sini ada petani Ramunia. Di sini reformasi agraria ini didorong agar masyarakat miskin dapat sertifikat tanah," katanya.
Mendengar tanggapan dari Djarot itu, Edy melontarkan nada tinggi. Ia menyebutkan warga luar Sumut tak memahami persoalan Ramunia sehingga tidak boleh merasa sok tahu.
"Memang kalau kita berbicara urgen kalau bukan orang Sumut enggak tahu. Yang diambil tanah Kodam Bukti Barisan dan tanah negara. Kalau mereka ambil ke negara, cuma ada orang merasa sok tahu. Urus ke Kodam tanah itu. Pada 2015 tanggungjawab saya selaku Pangdam. Tujuan hukum terhadap tanah ini. Manfaat kepastian dan jangan digantung. Apalagi ada orang orang yang sudah memahami," ujarnya.
Pada segmen kedua, para kandidat pasangan calon kembali saling serang. Kala itu, Edy mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana memimpin Sumut secara demokratis dan menjunjung HAM.
"Saya akan memperdayakan formal sistem dalam hukum mulai undang undang dan kelembagaan. Ada polisi kejaksaan, kehakiman dan tentang kepastian hukum serta normal. Pelaksana dan aparatur," katanya.
Tatkala dimintai tanggapan, Djarot menyebutkan penghormatan terhadap HAM tercermin dari gaya kepemimpinan.
"Terima kasih penghormatan terhadap demokratis, hukum dan HAM dimulai dari gaya kepemimpinan. Bagaimana pendekatan berdasarkan musyawarah mufakat ?" ujarnya saat bertanya.
Tapi, ia merasa ada pihak pihak yang mengancam untuk kepentingan kelompok serta partai. Karena itu, ia berjanji akan menghilangkan peristiwa itu.
"Hukum itu di norma tadi, tak cukup waktu menjelaskan norma. Yang perlu diperbaiki aparatur hukum yang merasa pintar dan sok kuasa. Semua dipanggil, diancam untuk kepentingan kelompok, partai bukan kepentingan bangsa. Kalau saya mimpin saya hilangkan. Demokrasi harus tegak," katanya. (tio/tribun-medan.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.