Bupati Biarkan Warga Penolak NYIA Tinggal di Masjid
Bupati menilai warga tersebut masih merasa sakit hati atas penggusuran terhadap tempat tinggalnya dan perlu waktu untuk penyembuhannya
Editor: Eko Sutriyanto
Pihaknya sudah menginstruksikan dinas terkait untuk melakukan pemetaan lebih lanjut atas warga tersebut.
Baca: Perjuangan Sumiyo Pertahankan Rumahnya di Lokasi Pembangunan Bandara Berakhir di Garpu Backhoe
Menurutnya, pemerintah sudah memiliki banyak program terkait pemberian hunian bagi warga terdampak pembangunan NYIA.
Di antaranya program relokasi ke rumah gratis (magersari) maupun rumah susun.
Hanya saja, warga tetap menolak dan hal ini menjadi jalan buntu penanganannya.
"Kalau memang tidak punya rumah, ya harus kita urus. Pemerintah harus mengurusnya. Saya sudah sampaikan ke dinas untuk ngaruhke. Kan kelihatan mana yang dapat ganti rugi kecil dan mana yang tidak punya rumah. Tapi kalau tetap ngga mau, menolak, kan jadi repot. Masalahnya sudah lain," kata Hasto.
Di sisi lain, Masjid Al Hidayah memiliki status lahan berupa wakaf dan bakal direlokasi ke kompleks relokasi Palihan.
Sehingga, masjid di dalam area pembangunan tersebut nantinya akan dirobohkan apabila bangunan baru masjid tersebut sudah berdiri.
Nazhir (pemegang amanat wakaf) Masjid Al Hidayah, Muslihudin Sukardi mengatakan bahwa masjid tersebut berdiri di atas lahan seluas 267 meter persegi dan sertifikat wakafnya diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 1994.
Pewakaf atas tanah tersebut adalah Siswo Suwarno yang merupakan orangtua dari warga penolak NYIA bernama Hermanto, Fajar Ahmadi, dan saudara lainnya.
Di atas tanah itu lalu dibangun masjid sebagai tempat ibadah warga sekitar.
Baca: Warga Penolak Bandara Bertahan di Genteng Rumah Lalu Diturunkan Petugas
Pihaknya sebagai pemegang amanat atas tanah wakaf itu sudah menyetujui penggunaan tanah tersebut untuk kepentingan bandara.
Syaratnya adalah bahwa masjid tetap diberi kompensasi dalam bentuk bangunan masjid dan tanah wakaf juga harus diganti dengan wujud tanah.