Bupati Biarkan Warga Penolak NYIA Tinggal di Masjid
Bupati menilai warga tersebut masih merasa sakit hati atas penggusuran terhadap tempat tinggalnya dan perlu waktu untuk penyembuhannya
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNEWS.COM, KULONPROGO - Sebagian warga penolak pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon hingga masih bertahan di dalam lahan proyek meski rumahnya sudah dirobohkan.
Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo membiarkan warga tersebut sementara waktu tanpa mengusiknya.
Informasi dihimpun, saat ini ada sekitar 20 kepala keluarga (KK) penolak bandara asal Desa Palihan yang tinggal di Masjid Al Hidayah, Pedukuhan Kragon II.
Rumah mereka telah dirobohkan saat proses pembersihan lahan lanjutan pada pekan lalu yang menyasar 33 rumah warga penolak NYIA.
Namun begitu, warga tak bersedia menempati rumah kontrak sewaan maupun rumah susun yang disediakan PT Angkasa Pura I dan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo.
Mereka justru pilih menumpang ke rumah warga lainnya ataupun kerabat.
Baca: Angkasa Pura Pastikan Bandara Adisutjipto di Sleman Tetap Beroperasi Meski NYIA Selesai Dibangun
Hasto mengaku sudah mengetahui hal tersebut dan satu-satunya masjid yang masih berdiri di dalam areal lahan proyek tersebut jadi titik kumpul warga penolak NYIA.
Atas kondisi ini, Hasto mengatakan keberadaan mereka tidak menganggu pembangunan dan membiarkannya sementara waktu.
Ia menilai warga tersebut masih merasa sakit hati atas penggusuran terhadap tempat tinggalnya dan perlu waktu untuk penyembuhannya.
"Saya tahu mereka di masjid. Mungkin ingin memaksimalkan perjuangannya. Saya kira sementara ini kita ngemong dulu lah. Ibarat orang sakit hati, sembuhnya kan juga butuh waktu. Yang penting kan tidak mengganggu pembangunan," kata Hasto, Rabu (25/7/201).
Namun begitu, dia berharap warga yang mendirikan tenda itu punya kesadaran sendiri atas kondisi yang terjadi di lapangan.
Pekerjaan untuk proyek NYIA terus berjalan dan setelah land clearing atau pembersihan lahan itu bakal dilanjutkan dengan pekerjaan lain seperti pengurukan dan sebagainya.
Hasto tak memungkiri bahwa sikap warga yang mendirikan tenda darurat untuk tempat tinggal alih-alih menempati hunian yang sudah disediakan Pemkab dan AP I itu bisa menjadi sumber masalah sosial baru.
Pasalnya, beberapa warga diketahui tidak lagi memiliki rumah sedangkan kompensasi pembebasan lahan yang bakal diterimanya terbilang sedikit.