Ada Ancaman Ombak Tinggi, Tradisi Larung Sembonyo di Trenggalek Sepi
Para nelayan di Pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, kembali melaksanakan upacara labuh laut, Larung Sembonyo, Minggu (29/7/2018).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, TRENGGALEK - Para nelayan di Pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, kembali melaksanakan upacara labuh laut, Larung Sembonyo, Minggu (29/7/2018).
Pelaksanaan Larung Sembonyo kali ini dibayang-bayangi ancaman ombak tinggi.
Sebab sebelumnya BMKG telah memperingatkan, ombak tinggi akan berlangsung hingga hari ini.
Akibatnya, tradisi yang sudah ada sejak era Mataram Islam ini, terasa sepi dibanding pelaksanaan tahun sebelumnya.
"Sudah diperingatkan sebelumnya, para nelayan jangan ambil risiko. Keselamatan harus diutamakan," ujar Camat Watulimo, Retno Wahyudianto.
Lanjut Retno, ketinggian ombak dua hingga enam meter. Karena itu faktor keselamatan wajib ditekankan.
Misalnya kapal tidak boleh melebihi kapasitas. Selain itu wajib ada pelampung untuk para penumpang.
"Kami menekankan keselamatan, bukan soal jumlah," tegas Retno.
Akibat ombak tinggi ini hanya kapal-kapal ukuran besar yang ikut melepaskan dua tumpeng raksasa ke tengah laut.
Padahal biasanya kapal besar dan kecil berlomba paling dekat dengan tumpeng, hingga kerap terjadi benturan antar kapal.
Larung Sembonyo adalah bentuk ucapan syukur para nelayan lima desa di Kecamatan Watulimo, sebab laut telah memberikan berkah kepada mereka.
Sebuah tumpeng raksasa diseret dengan kapal ke tengah teluk Prigi. Di belakangnya sebuah rakit kecil berisi aneka lauk pauk, seperti ayam ingkung.
Sayangnya dalam acara ini tidak dihadiri Bupati maupun Wakil Bupati Trenggalek. Menurut Retno, bupati menghadiri undangan Presiden ke Makassar, sedangkan wakil bupati ada tugas di Yogyakarta.