Ganti Rugi Belum Dibayar, 5 Warga Korban Lumpur Lapindo Bakal Tagih Janji Jokowi Saat Kampanye
Kali ini satu masalah lagi muncul dari sekelompok orang yang menagih janji Presiden Joko Widodo.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Masalah dari luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo seperti tak ada habisnya.
Seiring terus menyemburnya lumpur panas di sana, masalah demi masalah pun terus bermunculan.
Kali ini satu masalah lagi muncul dari sekelompok orang yang menagih janji Presiden Joko Widodo.
Mereka meminta pemerintah segera membayar ganti rugi atas tanahnya seluas 17 hektar di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo.
Tanah seluas itu terdiri dari tujuh bidang dan dimiliki oleh lima warga. Yakni Toyib Bahri, Wahib, M Ekdar, Zakki, dan Mutmainnah. "Nilainya Rp 17,100 miliar," ungkap Toyib Bahri, Senin (17/9/2018).
Mulanya, tanah di sekitaran semburan lumpur itu pada tahun 2007 diminta untuk diserahkan ke pemerintah, digunakan sebagai kolam penampungan lumpur.
Keputusan pemerintah mengenai penyerahan tanah itu didasarkan perbuatan hukum jual beli dengan dana APBN yang harusnya lunas pada 2010.
"Tapi nyatanya sampai sekarang tak kunjung dibayar. Makanya kami menagih janji pak Jokowi yang katanya akan menyelesaikan dan menuntaskan kasus Lapindo," tukasnya.
Selama ini, para pemilik lahan itu juga tidak diam. Mereka sudah menempuh berbagai cara, termasuk jalur hukum untuk memperjuangkan pembayaran atas tanah mereka.
Tahun 2012 mereka mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, melawan Presiden RI selaku tergugat 1, Menteri PU selaku Ketua Dewan Pengarah BPLS sebagai tergugat 2, dan Kepala Badan Pelaksana BPLS sebagai tergugat 3.
Hasilnya, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan mereka. Tergugat 2 dan 3 dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan dihukum untuk membayar tanah darat seharga tanah pekarangan.
Kemudian banding di PT juga menang. Tergugat 1, 2, dan 3 dinyatakan telah melakukan PMH, dan dihukum untuk membayar tanah darat seharga tanah pekarangan.
"Di tingkat Kasasi juga demikian. Tergugat 2 dan 3 dinyatakan melakukan PMH, dan dihukum untuk membayar tanah darat seharga tanah pekarangan secara tunai sekaligus," urainya.
Tak hanya itu, mereka juga mengajukan aanmaning ke Ketua PN Jakarta Pusat. Kemudian diterbitkan surat penetapan aanmaning tertanggal 22 Juni 2017 dan dilaksanakan tanggal 25 Juli 2017.
"Kami juga mengajukan surat permohonan pembayaran kepada para tergugat, tapi tetap saja tak kunjung dibayar."
"Kami sampai heran, perkara sudah in kracht pun tidak segera dipatuhi. Dan alasannya juga tidak jelas," keluh Thoyib diamini rekan-rekannya.
Belakangan ini, disebutnya bahwa tergugat telah menguasakan kepada Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara. Dan kondisi itu dirasa menjadi tambah sulit penyelesaiannya.
Berulangkali mengirim surat dan berusaha menemui pihak yang menangani, mereka selalu gagal.
"Makanya kami menagih janji Pak Jokowi saat kampanye di tanggul lumpur tahun 2014 lalu. Nasib kami terkatung-katung, 10 tahun memperjuangkan hak kami dengan hidup dari satu kontrakan ke kontrakan lain," pungkas mereka.