Kisah Aji dan Rendi Nyaris Jadi Korban Tsunami, Terseret Tsunami Selamat karena Pegangan Balok
Setelah air surut, Rendi menuju bukit. Tiba di salah satu bukit itulah, semuanya sempat berkumpul menahan lapar.
Editor: Hendra Gunawan
Saat air mulai surut, barulah ia bisa menyelamatkan diri. Beruntung, arus tsunami yang menghantam daratan tidak terlalu lama.
"Saya hanya diam di tempat, berpegangan dengan tiang balok. Kemudian air sudah mulai surut. Sudah tak bisa menolong, karena berpegangan dengan tiang. Kalau tsunami yang pertama itu masih kecil, tsunami yang kedualah yang gelombangnya tinggi," kata Rendi.
Setelah air surut, Rendi menuju bukit. Tiba di salah satu bukit itulah, semuanya sempat berkumpul menahan lapar.
"Kami sepakat, semua orang tak boleh terpisah. Ketika sudah terkumpul, baru kami kembali ke lokasi Guest House Asni. Dua malam kami stay (tinggal) di parkiran hotel. Baru setelah kami merasa tak bisa terevakuasi, kami putuskan ke bandara," katanya.
Penjarahan dan harga barang yang tinggi juga ikut dirasakan tim Air Soft Gun asal Samarinda tersebut. "Ya barang mahal. mie instan satu kardus bisa Rp 150 ribu. Tetapi itu hanya hari pertama dan kedua. Hari ketiga itu sudah chaos sekali. Ada toko yang sudah mulai diambil oleh warga," katanya.
Kondisi hari selanjutnya, justru semakin parah. Bahkan hawa busuk bau mayat diprediksi sudah menyeruak ke seluruh Kota Palu. Beruntung, seluruh tim Air Soft Gun asal Samarinda berhasil dievakuasi dan selamat hingga kembali ke Kaltim. (anj/dmz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.