Prostitusi Terselubung di Kabupaten Siak, Lokalisasi Sudah Ditutup Tapi Tetap Beroperasi
Menyimpang ke kiri, pada sebuah jalan tanah yang becek, lantunan musik house terdengar dari segala penjuru.
Editor: Hendra Gunawan
Tapi ia tampak nyaman dan kembali bergoyang dengan pria-pria separuh mabuk lainnya.
Semakin menukik ke bagian dalam, rumah-rumah berisik olrh musik -musik dangdut yang diremix itu semakin banyak. Kiri kanan, hingga tak terhitung.
Semakin malam, kendaraan masuk semakin lalu lalang.
Mencari rumah pelesir yang sesuai selera masing-masing.
"Di sini aman, kita bersahabat semua," kata pria bertubuh mungil, yang biasa disapa Ayah.
Pria itu mengaku sudah 65 tahun, tapi soal minum, Ayah bisa menghabiskan 5 botol bir semalam, belum lagi tuak.
Mabuk sampai tersungkur sudah menjadi teman yang baik bagi Ayah.
Perempuan-perempuan di lokasi itu sudah paham bagaimana melayani Ayah.
"Kalau sudah mabuk, Ayah cukup numpang tidur, temani saja. Besok pagi sudah melek lagi, Ayah pulang ke Buatan," kata Ayah.
Bagi Ayah, bermalam di rumah-rumah pelesiran seperti itu sudah menjadi kebiasaan.
Soal uang, tidak perlu diragukan, dalam semalam, menghabiskan uang sampai Rp 10 juta tidak ada masalah.
"Hanya menemani ayah tidur tanpa ngapa-ngapain, kadang cewek itu Ayah kasih satu juta," kata Ayah sambil terbahak.
"Silahkan, silahkan cari tempat di mana yang enak. Di sini kalau nanya-nanya dulu boleh. Nanti kalau ada apa-apa, datang pada Ayah," kata dia.
Di bagian dalam, ada lagi rumah berdinding anyaman bambu dan dilapis triplek.