Jadi Korban Prostitusi, Gadis 14 Tahun di Bali Alami Rasa Sakit Saat Buang Air Kecil
Jadi korban prostitusi, gadis 14 tahun di Bali alami rasa sakit saat buang air kecil akibat terlalu banyak melayani pelanggan dalam satu malam.
Editor: Fitriana Andriyani
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Terkuaknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di rumah prostitusi ilegal di kawasan Sanur, Denpasar, Jumat (5/1/2019) lalu, ternyata menyimpan pil pahit.
Seorang korban yang berusia 14 tahun akui merasa kesakitan saat akan buang air kecil.
Hal itu diduga merupakan dampak dari eksploitasi yang dialaminya, ia harus melayani banyak pelanggan dalam satu malam.
"Tiap harinya kalau ramai melayani sampai 8 orang perhari. Sementara sepi satu orang. Tapi maksimal 8 orang. Mereka bekerja dari jam 5 sore sampai jam 5 pagi,"
"Akibat banyaknya melayani pelanggan tiap harinya. Ada seorang anak yang berumur 14 tahun itu sampai, maaf ya, susah buang air kecil. Bayangkan harus melayani pelanggan dari jam 5 sore sampai jam 5 pagi," kata Kasubdit IV AKBP, Sang Ayu Putu Alit Saparini.
Baca: Tak Cuma Vanessa Angel, 3 Pesepak Bola Ini Juga Pernah Buat Heboh Karena Terlibat Skandal Prostitusi
Baca: Di Balik Kasus Vanessa Angel, Prostitusi Ternyata Menyimpan Bahaya Bagi Kesehatan Mental Wanita
Baca: Artis Terlibat Prostitusi Serupa Vanessa Angel Layani Tamu Hingga Hongkong, Tarifnya Rp 300 Juta
Sementara itu, keadaan psikologis anak-anak yang menjadi korban human trafficking ini diungkapkannya dalam kondisi labil.
"Jujur saja kadang mereka labil. Kadang mereka ingin sekali dibantu dan keluar dari situ. Tapi biasa juga seiring waktu, mereka kadang memberi tahu bahwa mereka rela dan terpaksa lakukan itu karena tergiur materi."
"Jadi memang kita butuh pendamping untuk menstabilkan pemikiran anak tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan dia akan menikmati, apalagi berada di lingkungan seperti itu. Nah itu tugas pendamping membimbing ke jalan yang benar," kata dia.
Maka dari itu, penanganan trafficking tersebut ujarnya, bukan hanya lebih ke hukum, tapi pencegahan, rehabilitasi, restitusinya.
"Mengembalikan korban ke tengah masyarakat agar diterima. Itu sangat penting, bukan soal hukum saja," ujarnya.
Tercatat, keuntungan yang didapat para pelaku berdasarkan keterangan polisi, sudah ada imbalan sejak awal proses perekrutan.