Warga Surabaya Sudah Jadi Tuan dan Nyonya di Kota Sendiri, Ini Indikatornya
Warga Kota Surabaya sudah menjadi tuan dan nyonya di kotanya sendiri. Hal itu terungkap dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang terus naik.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Warga Kota Surabaya sudah menjadi tuan dan nyonya di kotanya sendiri. Hal itu terungkap dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang terus naik.
Seperti paparan yang disampaikan oleh Pemkot Surabaya. Iklim investasi di Surabaya terus tumbuh. Pada 2018 pencapaian investasi di Surabaya mencapai 57,37 persen.
Pencapaian itu jauh lebih besar dibanding target investasi dipatok paada angka Rp 41,58 trilliun.
Pemkot Surabaya optimistis investasi di Surabaya akan terus tumbuh dan diminati investor. Karena itu, Pemkot Surabaya menarget investasi pada 2019 mencapai Rp 43,65 trilliun.
"Kenaikan target tahun ini dihitung dari penambahan 5 persen dari target investasi Surabaya di tahun 2018. Kami yakin angka itu bisa terlampaui," ucap Nanis Chairani, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), Selasa (8/1/2019).
Nanis mengatakan sepanjang 2018, iklim investasi di Surabaya memiliki tren positif dan cenderung naik. Jika dibandingkan 2017, pada 2018 kenaikannya mencapai 18,31 persen.
Dari seluruh sektor penanaman modal yang dilakukan investor di Surabaya, yang paling besar adalah dari sektor nonfasilitas atau jenis investasi yang tidak membutuhkan fasilitas impor.
Disampaikan Nanis, penerimaan dari penanaman modal asing terbilang kecil jika dibandingkan dengan penanaman modal nonfasilitas.
Dari capaian investasi di Surabaya Rp 57,37 trilliun untuk penerimanan dari penanaman modal asing (PMA) menyumbang hanya Rp 0,71 trilliun.
"Kalau untuk PMA nyatanya memang tidak menyumbang banyak, hanya Rp 0,71 trillun. Yang paling besar adalah dari Cina yang investasi di Surabaya senai USD 17 juta," kata Nanis.
Selain juga ada pihak asing yang menanamkan modal dengan sistem gabungan beberapa negara, serta dari British Virgin Island.
Sedangkan untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN), dikatakan Nanis adalah yang paling rendah hanya Rp 0,14 trilliun.
"Yang paling besar adalah dari sektor nonfasilitas. Nilainya mencapai Rp 56,5 trilliun. Artinya kita tidak bergantung pada penanam modal asing. Melainkan di dalam Kota Surabaya saja sudah banyak berinvestasi di sini," kata Nanis.
Menurutnya ini sejalan dengan cita-cita Wali Kota Tri Rismaharini yang ingin agar masyarakat Kota Pahlawan menjadi tuan dan nyonya di kotanya sendiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.