Harga Ayam Pedaging Anjlok, Peternak Ayam di Ciamis Rugi Rp 1 Milyar per Hari
Jatuhnya harga ayam ras pedaging jenis broiler (BR) yang dua hari ini sudah mencapai Rp 13.000 per kilogram.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, CIAMIS – Jatuhnya harga ayam ras pedaging jenis broiler (BR) yang dua hari ini sudah mencapai Rp 13.000 per kilogram.
Membuat peternak di Priangan Timur terutama di Ciamis merasa terus merugi.
“Dengan tingkat produksi 6.200 ton perbulan, kerugian yang dialami para peternak rata-rata Rp 1 milyar perhari atau Rp 25 milyar per bulan,” ujar Ir Heri Santosa dari Kerukunan Perungasan Priangan Timur, pada acara diskusi dan silaturahmi para peternak unggas se-Ciamis di Aula PKK Ciamis, Selasa (5/3/2019).
Dengan tingkat harga ayam BR di kandang sekitar Rp 13.000 per kilogram sementara harga pokok produksi (HPP) mencapai Rp 18.000 per kilogram, kata Heri, peternak mengalami kerugian antara Rp 3.000 sampai Rp 4.000 tiap kilogramnya.
Kerugian tersebut sebenarnya bisa ditekan bila harga pakan dan DOC turun, karena harga jagung sudah turun.
“Tapi kenyataannya harga pakan tetap tinggi di kisaran Rp 7.000 dan DOC di kisaran Rp 6.500 per ekor. Kerugian terus mendera peternak berbulan-bulan,” katanya.
Ciamis, kata Heri, merupakan benteng terakhir perunggasan rakyat di Jabar bahkan di nasional setelah Jateng dan Jatim tumbang.
Masa jaya perunggasan rakyat di Ciamis puncaknya tahun 2012, setelah itu terus terancam dengan merajalelanya perusahan-perusahaan raksasa perunggasan.
Di Ciamis semula ada 11.000 KK peternak aktif sekarang hanya tersisa 8.000 KK peternak aktif.
“Ibaratnya saat ini peternak Ciamis bersaing dengan raksasa perunggasan bersenjatakan bambu runcing. Sedangkan mereka (raksasa perunggasan) bersenjataka F-16,” tutur Heri.
Di tingkat nasional, ada 12 raksasa perunggasan, mereka menguasai industri perunggasan dari hulu sampai hilir, mulai dari pakan, DOC, hingga kandang.
“Ada dua nama perusahaan raksasa perunggasan tersebut, mereka mengusai 70% pasar daging ayam nasional. Kini mereka gencar membangun close house di kawasan Pantura. Satu unit close house kapasitasnya 100.000 ekor. Sepuluh raksasa lainnya menguasai dibawah 30% pasar nasional, Peternak Ciamis ikut bertarung berebut sisa pasar para raksasa perunggasaan tersebut,” katanya.
Yang menjadi permasalahan, ayam-ayam pedaging kandang raksasa perunggasan tersebut juga dipasarkan ke pasar becek (pasar tradisional) yang selama ini menjadi andalan ayam perunggasan rakyat.
“Kalau sudah masuk pasar (becek) daging ayam itu tidak ada labelnya. Tak ada bedanya ayam dari kandang peternakan rakyat dari Ciamis dengan ayam dari kandang ayam perusahaan besar."
"Perusahaan besar bisa menjual ayam lebih murah tetapi tetap untung karena budidayanya effiesien, ayam dari Ciamis terpaksa juga dijual dengan murah meski harus rugi karena cara beternaknya belum effisien,” ujar Heri yang juga pemilik Andika PS.
Ciamis sebagai sentra perunggasan rakyat di Jabar bahkan nasional, memiliki infrastuktur yang lengkap untuk budidaya ayam pedaging.
Tak hanya memiliki ribuan kandang, tetapi juga punya peternakan pembibitan dan pabrik pakan (feedmill),, rumah potong ayam, poultry shop, dan lain-lain.
Namun sekitar 8.000 kandang tersebut merupakan kandang tradisional, yang menurut Heri harus direvitalisasi, dimodivikasi agar budidayanya bisa efisien sehingga HPP bisa ditekan.
“Teknologi terus berkembang, dan itu tidak bisa ditolak. Termasuk teknologi perkandangan. Secara genetic ayam BR sudah berubah, tentu cara-cara budidayanya juga harus berubah. Termasuk dalam teknologi perkandangan,” katanya.
Selama tiga tahun terakhir, kandang model close house mulai dikenal peternak ayam pedaging di Ciamis.
Diawali dengan hadirnya kandang close house besar berkapasitas 40.000 sampai 50.000 ekor ayam kemudian berkembang mini close house berkapasitas 7.000 sampai 8.000 ekor yang sesuai dengan karakter peternakan di Ciamis sebagai sentra perunggasan rakyat.
“Langkah lainnya yang juga bisa dilakukan adalah revitalisasi kandang yang ada dengan modivikasi kandang menjadi semi close house."
"Dengan pemasangan tirai terpal dan blower serta gengset untuk pengatur suhu dalam kandang agar stabil berikut kelembaban dan angin,” ujar Suwandi, dari Tanjung Mulya Grup Panumbangan.
Prinsip-prinsip close house ini bisa diterapkan untuk modifikasi kandang rakyat di Ciamis untuk menekan biaya produksi dan tercapai pertumbuhan ayam yang optimal serta pengunaan pakan effisien.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Ciamis, Yati Herdiati, menyebutkan Ciamis merupakan sentra budidaya ayam ras pedaging terbesar di Jabar, baik ras pedaging BR maupun layer jantan.
Hal itu menjadi penggerak ekonomi dan menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.
Di tengah harga ayam yang jatuh bangun dengan sangat fluktuatif, serta persaingan dengan perusahan besar, perunggasan rakyat di Ciamis mencoba tetap bertahan. Termasuk menghadapi persaingan pasar bebas.
“Dalam menghadapi persaingan tersebut memang perlu ada konsep dan pola budidaya yang effisien seperti dengan mengadopsi perkembangan teknologi. Peternak juga jangan sampai gagap teknologi,” kata Yati.
Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar, Aida Rosana,menyebutkan bahwa produksi ayam pedaging se-Jabar tiap tahun rata-rata 677.000 ton sedangkan kebutuhan 375.000 ton.
“Jadi Jabar surplus ayam pedaging tiap tahun mencapai 302.000 ton," ujar Aida.
Ciamis, kata Aida, merupakan daerah pemasok terbesar produksi ayam ras pedaging dari perunggasan rakyat.
Sedangkan produksi telur ayam ras di Jabar menurut Aida setiap tahun rata-rata 291.623,520 ton sedang kebutuhan 492.273,523 ton telur/tahun.
“Kekurangan telur ayam tersebut terpaksa didatangkan adri Lampung, Medan, Jatim dan Jateng,” jelasnya.
Selain tetap mempertahan sebagai sentra produksi ayam ras pedaging, katanya Ciamis bisa terus mengembangkan budidaya ayam ras petelur untuk menekan deficit produksi telur di Jabar.
“Termasuk juga terus mengembangan ayam local sentul khas Ciamis sebagai ayam pedaging sekaligus petelur,” ujar Aida.
Tokoh perunggasan Ciamis, Udin, menggagas bahwa Ciamis sudah perlu memiliki kawasan peternakan unggas (Kunak) dengan lokasi di sekitar hutan lindung memanfaatkan lahan terlantar seperti sekitar blok Jahim Sukamantri dan kebun kopi Gunung Sawal yang luasnya ratusan hektar.
“Di Korea dan Jepang, kandang ayam itu dekat hutan-hutan. Jauh dari pemukiman. Sudah saatnya kandang-kandang ayam dekat pemukiman warga dikurangi dipindahkan ke dekat hutan,” kata Udin.