Tidak Disangka-Sangka Ini Pertanyaan Pertama Hakim ke Soni, Aher dan Demiz soal Meikarta
Judijanto mengatakan, pertanyaan itu perlu ditanyakan untuk mempertegas posisi ketiga saksi dalam kasus ini
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mantan gubernur dan wakil gubernur Jabar Ahma Heryawan alias Aher dan Deddy Mizwar alias Demiz, jadi saksi kasus suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (20/3).
Selain itu, hadir pula mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Soni Soemarsono.
Ketiganya jadi saksi untuk terdakwa penerima suap yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PTMPTSP Dewi Tisnawati, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili, Kadis PUPR Jamaludin dan Kadis Damkar Sahat Banjarnahor.
Pantauan Tribun, sebelum sidang dimulai, ketiganya ditanya soal identitas masing-masing hingga riwayat pekerjaan.
Pertanyaan pertama dari ketua majelis hakim yang memimpin persidangan, Judijanto Hadilesmana cukup menggelitik.
"Apakah anda menerima pemberian sesuatu baik barang atau uang dari Meikarta," ujar Judijanto.
Judijanto mengatakan, pertanyaan itu perlu ditanyakan untuk mempertegas posisi ketiga saksi dalam kasus ini.
"Apalagi ini banyak wartawan, jadi biar jelas dan terang," ujar Judijanto. Pertanyaan ditujukan pertama kali ke Soni.
"Tidak, satu sen pun saya tidak pernah menerima uang," ujar Soni. Berlanjut dijawab oleh Aher.
"Tidak menerima apapun yang mulia," ujar Aher. Kemudian berlanjut ke Demiz.
"Tidak pernah yang mulia," kata Demiz.
Selama persidangan, ketiganya ditanya soal rekomendasi dengan catatan yang dikeluarkan Pemprov Jabar, usai Demiz meminta Pemkab Bekasi menghentikan sementara perizinan Meikarta karena mendapat kabar proyek itu dibangun di lahan seluas 500 hektare.
Belakangan diketahui, izin pertama yang diberikan untuk Meikarta di lahan seluas 84,6 hektare via seurat keputusan Bupati Bekasi tentang Izin Penggunaan dan Pengelolaan Tanah (IPPT) pada 12 Mei 2017.
IPPT oleh Neneng itu disertai pemberian uang Rp 10 miliar dari Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi dari pengembang Meikarta. Uang diberikan secara bertahap selama Juni hingga November dan terakhir Januari 2018. Uang diambil keduanya dari Bartholomeus Toto.