Kasus Kekerasan Guru terhadap 9 Santriwati, KPAI Sayangkan Diselesaikan secara Kekeluargaan
KPAI memberikan tanggapan terkait kasus kekerasan terhadap anak didik yang terjadi di ponpes kawasan Tasikmalaya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
2. Penyelesaian damai juga sekaligus mengabaikan peran sekolah atau ponpes dengan boarding school System (berasrama) untuk melindungi anak-anak atau peserta didik selama berada di sekolah sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal tersebut mewajibkan sekolah melindungi anak-anak dari kekerasan dan perlakuan salah lainnya selama berada di lingkungan sekolah.
"Pengelola Ponpes seharusnya juga dimintai pertanggungjawabkan atas kegagalannya melindungi ke-9 santriwati tersebut. Apalagi absen mengaji terjadi karena satriwati yang bersangkutan mengalami kelelahan. Sekolah wajib memenuhi hak anak untuk beristirahat sebagaimana dijamin dalam UU PA," kata Retno.
3. KPAI mendorong Kementerian Agama untuk melakukan penyelidikan atas kasus ini dan menindaktegas pihak-pihak yang terbukti lalai dan abai melindungi anak-anak di Ponpes tersebut.
Baca: Jaringan Kiai Santri Nasional Sesalkan Amien Rais yang Klaim Kemenangan Prabowo di Jatim
Pengawasan internal harus dilakukan oleh pihak Kemenag mengingat ini bukan kasus pertama.
"Sejauh ini, dari pengawasan yang dilakukan KPAI menunjukkan bahwa pihak Kemdikbud lebih responsif terhadap kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan yang menjadi kewenangannya, dibandingkan dengan pihak Kemenag," tutur Retno.
Kasus Kekerasan Guru terhadap 9 Santriwati
Keluarga tiga santriwati Pontren Al Faqih mengadu ke KPAID, Sabtu (19/4/2019), karena telah menjadi korban aksi pemukulan.
Mereka dipukul di bagian paha dan betis belakang hingga memar-memar karena tidak masuk belajar.
Baca: 9 Santriwati Diduga Jadi Korban Kekerasan Oknum Pengajar
Menurut salah seorang santriwati, satu kali tidak masuk belajar dihukum tiga kali pukulan.
"Saya mendapat pukulan sebanyak 57 kali sesuai dengan jumlah hari saya tidak masuk. Paha dan kaki kiri saya lebam dan masih sakit," ujarnya saat itu.
Menurut KH Ahmad, jika ada pihak yang ingin menuntut sanksi yang lebih bagi ustaz pelaku, pihaknya akan berembuk dengan keluarga besar pontren.
"Pada dasarnya tidak ada niatan kami berlaku kasar seperti itu. Itu karena semata kekhilafan adinda kami. Tapi kalau ada tuntutan lebih, akan kami rembukan dengan keluarga pontren," katanya.
Di tempat sama, Ketua KPAID, Ato Rinanto, mengaku lega karena pihak pesantren mau membuka diri menyelesaikan kasus ini.