Reaksi Zainudin Hasan Usai Hakim Vonis 12 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 66 Miliar
Majelis hakim sepakat menjatuhkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih kepada Zainudin Hasan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis (15/4/2019) menjatuhkan vonis 12 tahun penjara pada Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Zainudin Hasan hanya bisa terdiam usai mendengarkan vonis majelis hakim yang dipimpin oleh Mien Trisnawaty digelar di ruang Bagir Manan ini.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum selama 15 tahun penjara.
Zainudin secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersamaan.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Zainudin Hasan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU secara bersamaan," ungkap Mien.
"Kedua, menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Zainudin Hasan dengan penjara selama 12 tahun dan denda Rp 500 juta. Dengan ketentuan jika tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama 5 bulan," imbuh Mien.
Baca: Hendak Antar Anak ke Sekolah, Pengendara Motor Vario di Bandar Lampung Tewas Dilindas Truk Mundur
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Zainudin dengan mewajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 66.772.092.145.
"Paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkuatan tetap. Jika tidak membayar uang pengganti, semua barang disita untuk dilelang. Jika uang tidak mencukupi, maka diganti pidana kurungan selama satu tahun enam bulan," tegas Mien.
Majelis hakim sepakat menjatuhkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih kepada Zainudin Hasan.
"Menjatuhkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok," tandasnya
Sementara itu, majelis hakim anggota Gustina Ariyani mengatakan, pertimbangan yang memberatkan yakni terdakwa sebagai kepala daerah tidak mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
"Kedua, tidak mencegah praktik korupsi, namun malah ikut-ikutan. Ketiga, tersangka tidak hanya sekali melakukan perbuatan kejahatan. Tapi dua perbuatan kejahatan, yakni korupsi dan TPPU, yang terbagi dalam empat dakwaan," sebutnya.
Hal yang meringankan, lanjut Gustina, terdakwa mengakui kesalahannya.
"Dalam persidangan (terdakwa) bertindak sopan dalam persidangan dan memiliki tanggungan keluarga," sebutnya.
Baca: KPU Lampung Santuni Keluarga Penyelenggara Pemilu yang Meninggal Dunia Maupun Sakit
Adapun majelis hakim sepakat bahwa perbuatan Zainudin memenuhi semua unsur dakwaan.
Pertama, pasal 12a tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kedua, pasal 12i tentang ikut proyek di Dinas PUPR.
Ketiga, pasal 12b tentang gratifikasi.
Keempat, pasal 3 tentang TPPU.
Atas putusan ini, Zainudin Hasan mengaku pikir-pikir.
"Saya perlu waktu. Saya pikir-pikir," kata Zainudin.
Sementara JPU juga menyatakan pikir-pikir.
"Karena pikir-pikir, sidang belum inkrah. Tapi sidang ditutup," ucap Mien.
Terima Apa pun Keputusannya
Terdakwa kasus suap proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan yang juga bupati setempat, Zainudin Hasan, akan menjalani sidang vonis hari ini, Kamis, 25 April 2019.
Selain dinyatakan sehat, Zainudin juga siap menerima putusan majelis hakim.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum Zainudin Hasan dari Alfonso Law Firm, Robinson, kemarin.
Menurut dia, kuasa hukum telah berbicara matang soal sidang putusan hari ini dengan Zainudin Hasan.
"Yang jelas klien kami, apa pun keputusannya itulah jalan yang terbaik," sebutnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Zainudin Hasan 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun.
Baca: Zainudin Hasan Menangis Bacakan Nota Pembelaan, Begini Katanya
Zainudin juga dikenai pidana tambahan berupa penggantian uang sebesar Rp 66 miliar lebih.
JPU KPK menuntut Zainudin dengan empat pasal terdiri tiga pasal terkait korupsi dan satu pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Robinson, tak ada persiapan khusus untuk sidang putusan yang digelar di PN Tanjungkarang hari ini, baik oleh pihaknya maupun Zainudin.
"Persiapannya hanya berdoa saja," ungkap Robinson.
Ia pun menuturkan jika fakta persidangan yang paham dan bisa menilai adalah majelis hakim.
"Jadi apapun keputusan majelis hakim, beliau (Zainudin) menghormati," tegasnya.
Saat disinggung soal banding, Robinson mengatakan, akan membahasnya setelah putusan.
"Jadi kalau masalah banding kami lihat besok setelah putusan, karena akan berdiskusi panjang dengan klien untuk mengambil pertimbangan-pertimbangan selanjutnya," tandas Robinson.
Tak Dijenguk
Pelaksana Harian (Plh) Kalapas Kelas IA Bandar Lampung Ngadi mengatakan, berdasarkan hasil pengawasan pihaknya, Zainudin yang berstatus tahanan titipan KPK terlihat lebih giat beribadah dan turut pengajian.
Ngadi pun menyebutkan, telah terjadi perubahan drastis pada diri Zainudin Hasan dibandingkan pertama kali ia masuk ke Lapas Rajabasa.
"Pak zainudin sangat berubah bahkan dari pengawasan, tahajudnya tak tertinggal," sebut dia lagi.
Tak hanya itu, Ngadi pun mengaku jika Zainudin juga terpantau terus menunaikan puasa.
"Bukan saja puasa Senin Kamis, tapi Puasa Daud, sehari puasa sehari tidak," kata dia.
Saat disinggung kegiatan Zainudin mendekati vonis pengadilan, Ngadi mengatakan, jika terdakwa Zainudin lebih banyak berikhtiar dengan menghapal Alquran.
"Kalau pagi ini (kemarin), dia ngaji, perbanyak ngapal Alquran," jelas Ngadi.
Baca: Ketua KPK Bertemu Presiden Lembaga Antikorupsi Arab Saudi
Ngadi menyakini saat sidang putusan hari ini, Zainudin lebih siap.
"Maka jiwanya tenang dan lebih siap. Beda dengan minggu pertama masuk sini, kami lihat nampak wajah kegalauan dan murung. Saat ini dari segi bicara sudah siap menerima," imbuhnya.
Terkait kesehatan terdakwa, Ngadi mengaku Zainudin saat ini dalam kondisi sehat.
"Kesehatan gak ada keluhan, baik-baik saja," sebutnya.
Ngadi pun menambahkan, mendekati sidang vonis Zainudin ini, tidak ada pihak keluarga yang mengunjungi terdakwa.
"Sudah lama gak ada yang ngunjungi. Akhir-akhir ini juga gak ada. Hanya pertama-pertama saja," tandasnya.
Terpisah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang Mansyur Bustami mengaku, majelis hakim sudah siap membacakan vonis terdakwa Zainudin Hasan.
"Sudah siap (bacakan putusan). Besok (hari ini) bakal digelar, Insya Allah gak tunda," sebutnya.
Menurutnya, majelis hakim yang terdiri dari Mien Trisnawaty, Baharudin Naim, Samsudin, Gustina, dan Masyur Bustami sudah melakukan musyawarah terakhir hari ini (kemarin).
"Sudah dimusyawarahkan lagi oleh Majelis, makanya sudah siap," tandasnya.
Zainudin Hasan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Gilang Ramadhan, Direktur PT Prabu Sungai Andalas; mantan anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho serta mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara.
Namun ketiga terdakwa lainnya sudah divonis duluan. Gilang divonis 2,3 tahun penjara.
Sementara Agus dan Anjar yang mendapatkan status Justice Collaborator divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Vonis Agus dan Anjar ini sama dengan tuntutan JPU KPK.
Seberat Mungkin
Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila) Yusdiyanto mengatakan, pelaku korupsi sudah semestinya dihukum seberat mungkin.
Sebab, menurut dia, pelaku korupsi telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Makanya tidak ada hukuman ideal bagi pelaku korupsi.
Selain itu, sudah semestinya pula ada mekanisme hukum untuk memiskinkan orang yang terjerat kasus rasuah ini.
Untuk kasus suap proyek infrastruktur di Kabupaten Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan, vonis yang diberikan harus sesuai dengan pasal yang dikenakan.
"Kita tahu ada empat dakwaan yang disangkakan kepada terdakwa fee proyek Lampung Selatan Zainudin Hasan. Yakni pasal 12 a, pasal 12 i, pasal 12 B gratifikasi, lalu pasal 3 mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang," katanya.
Dan kemarin, menurut Yusdianto, Zainudin dituntut selama 15 tahun dan ditambah pencabutan hak politiknya, itu sudah sesuai dengan empat dakwaan yang disangkakan.
"Semoga saja putusan hari ini, tidak jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jangan sampai vonis terlalu ringan. Sebab, jika itu terjadi, maka para pelakunya akan menganggap kasus korupsi sebagai kejahatan biasa bukan luar biasa," pungkasnya.