Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

7 Penderita HIV di Maumere Sewa Kamar Hotel Rp 200 Ribu Sehari untuk Layani Pria Hidung Belang

Tujuh orang perempuan ODHA mengidap HIV melayani jasa prostitusi di Hotel Bogor, Kota Maumere, Pulau Flores, Provinsi NTT.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in 7 Penderita HIV di Maumere Sewa Kamar Hotel Rp 200 Ribu Sehari untuk Layani Pria Hidung Belang
Pos Kupang/Eugenius Moa
Sekretaris Satpol PP Kabupaten Sikka, Adeodatus Buang da Cunha. POS KUPANG/EUGINIUS MO'A 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.Com, Eginius Mo’a

TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Tujuh orang perempuan Orang Dengan HIV (ODHA) mengidap HIV melayani jasa prostitusi di Hotel Bogor, Kota Maumere, Pulau Flores, Provinsi NTT.

Mereka menyewa kamar hotel itu Rp 200 ribu sehari mulai pukul 07.00 Wita hingga pukul 24.00 Wita.

"Mereka tidak menginap di hotel. Tetapi indekos pada salah satu rumah di Wailiti, yang lain indekos di Kota Uneng. Ada tukang ojek yang selalu siap di depan hotel antar jemput mereka," kata  Skretaris Satpol PP Kabupaten Sikka Buang da Cunha, kepada wartawan dalam ‘coffe morning’ Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo dengan wartawan di rumah jabatan bupati, Selasa (21/5/2019) pagi.

Buang da Cunha menegaskan, Hotel Bogor semata-mata disewa untuk praktik prostitusi. Pelanggannya berasal dari berbagai kalangan dan profesi.

"Tarif kencang dengan PSK bervariasi. Paling murah Rp 50.000 sekali kencan. Ada juga sampai ratusan ribu, tergantung kesepakatan pengguna jasa dengan PSK," ujar Buang da Cunha.

Bahkan menurut Buang da Cunha, ada seorang pria di Kota Maumere yang dikenalnya mengaku mendapat jatah gratis dari PSK.

Baca: Bisnis Prostitusi Anak di Sanur Terungkap, Tarifnya Rp 200 Ribu Tapi Korban Hanya Dibayar Rp 80 Ribu

Berita Rekomendasi

"Dia bentak-bentak dan marah-marah dilayani oleh PSK," kata Buang da Cunha.

Pantauan Pos Kupang, Selasa (21/5/2019) siang mendapati pintu gerbang hotel itu tertutup.

Tak terlihat sama sekali aktivitas di hotel berlokasi di Jalan Mgr Soegypranoto, berjarak belasan meter dengan Patung Kristus Raja.

Hotel ini juga berjarak sekitar 100 meter dengan Gereja Katedral dan eks Istana Keuskupan Maumere di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Hanya Dibayar Rp 85 Ribu

Sementara itu di tempat berbeda, Ni Komang Suci (49) dan Ni Wayan Aristiani yang akrab dipanggil Mami Wayan (51) menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (20/5/2019).

Kedua emak-emak ini duduk di kursi pesakitan, karena diduga sebagai muncikari, menjalankan bisnis prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur.

Keduanya menjalani sidang dakwaan (berkas terpisah) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Purwanti Murtiasih.

Para terdakwa kasus dugaan pelaku bisnis prostitusi yang melibatkan anak, seusai menjalani sidang perdana di PN Denpasar, Senin (20/5/2019). TRIBUN BALI/PUTU CANDRA
Para terdakwa kasus dugaan pelaku bisnis prostitusi yang melibatkan anak, seusai menjalani sidang perdana di PN Denpasar, Senin (20/5/2019). TRIBUN BALI/PUTU CANDRA (Tribun Bali/Putu Candra)

Sebagaimana dakwaan, perbuatan kedua terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Juga Pasal 76 F, dan Pasal 76 I jo Pasal 83 Undang-Undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun, khusus untuk terdakwa Aristiani dikenakan dakwaan tambahan, Pasal 296 KUHP.

Terhadap dakwaan jaksa tersebut, masing-masing terdakwa yang didampingi tim penasihat hukumnya merasa keberatan.

Baca: 33 Warga Luwu Raya Sudah Berada di Jakarta, Siap Ikut Aksi 22 Mei

Teddy Raharjo selaku penasihat hukum kedua terdakwa menyatakan akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Yang Mulia kami minta waktu selama satu minggu untuk menyiapkan eksepsi," ujar Teddy kepada majelis hakim pimpinan Made Purnami.

Dengan diajukannya nota pembelaan oleh para terdakwa melalui penasihat hukumnya, majelis hakim pun menunda sidang dan memberikan waktu sepekan untuk mereka menyusun nota pembelaan.

Sidang akan dilanjutkan Senin mendatang, mengagendakan agenda pembacaan nota keberatan dari penasihat hukum kedua terdakwa.

Diungkap dalam dakwaan jaksa, dalam menjalankan bisnisnya, Komang Suci dan Wayan Aristiani memiliki peran masing-masing.

Komang Suci berperan sebagai penyalur PSK untuk dipekerjakan di tempat Wayan Aristiani, di Jalan Sekar Waru No 3B Denpasar yang terkenal dengan nama Aqurium 3B.

Baca: Pertemuannya dengan Jokowi Berbuntut Panjang, Bupati Klungkung Didepak dari Grup WA Gerindra Bali

Kasus ini muncul, ketika Cindy Belvia Sari (belum ditangkap) yang pernah bekerja untuk Komang Suci sebagai cewek open boking out (BO) pulang ke Jakarta dengan alasan anaknya tidak ada pengasuh.

Beberapa lama kemudian, Cindy menghubungi beberapa korban untuk menjadi cewek open BO di Bali dengan iming-iming gaji Rp 10 juta per bulan dan fasilitas lengkap.

Setelah menyakinkan para korban, Cindy kemudian menghubungi Komang Suci untuk menyiapkan biaya tiket keberangkatan para korban ke Bali.

Para korban kemudian diberangkatkan secara bertahap dengan pesawat udara dari Jakarta ke Bali pada Oktober 2018.

Para korban yakni NW alias Caca (16), AA alias Angel (15), DH alias Vina (18), PS Mira (17), dan NP alias Billa (15).

"Sesampai di Bali anak-anak korban tersebut tinggal di tempat tinggal terdakwa (Komang Suci) di Jalan Bet Ngandang, Sanur Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar," ungkap Jaksa Purwanti.

Selanjutnya Komang Suci menghubungi Wayan Aristiani untuk menitipkan para korban di Aqurium 3B.

Wayan Aristiani pun menyetujui permintaan Komang Suci dengan syarat tidak boleh ada cewek yang masih di bawah umur atau di bawah umur 18 tahun.

Selain itu, keduanya juga bersepakat terkait tarif setiap pelanggan harus membayar Rp 200 ribu per jam.

Dengan pembagian Rp 35 ribu untuk tempat (Aqurium 3B), Rp 30 ribu jika sewa kamar di Aqurium 3B, Rp 30 ribu untuk sewa karyawan, dan sisanya Rp 105 ribu diberikan ke Komang Suci.

Para terdakwa kasus dugaan pelaku bisnis prostitusi yang melibatkan anak, seusai menjalani sidang perdana di PN Denpasar, Senin (20/5/2019). TRIBUN BALI/PUTU CANDRA
Para terdakwa kasus dugaan pelaku bisnis prostitusi yang melibatkan anak, seusai menjalani sidang perdana di PN Denpasar, Senin (20/5/2019). TRIBUN BALI/PUTU CANDRA (Tribun Bali/Putu Candra)

Dari Rp 105 ribu para korban hanya mendapat Rp 80 ribu per orang. Sisanya Rp 25 ribu masuk kantong Komang Suci.

"Terdakwa berpesan kepada para korban, apabila ditanya umurnya, katakan 19 tahun," kata jaksa.

Lalu para korban diantar oleh Yudi orang kepercayaan Komang Suci ke Aqurium 3B dengan target melayani 7 orang tamu.

Tiba di tempat itu, Wayan Aristiani tidak mengecek identitas para korban, tapi hanya memperkirakan usia para korban dari fisik semata.

"Selama bekerja sebagai cewek BO, para korban sudah melayani banyak laki-laki dan ternyata para korban tidak mendapatkan uang dan fasilitas sesuai janji Cindy Belvia Sari, tapi masing-masing korban mendapat Rp 80 ribu per jam apabila mendapat tamu laki-laki," kata Jaksa Purwanti.

Mirisnya lagi, para korban juga harus membayar uang tiket keberangkatan dari Jakarta ke Bali yang dibiayai Komang Suci.

Juga, para korban harus membayar tempat tinggal kepada Komang Suci.

Terhitung sejak Oktober sampai Desember 2018, kedua terdakwa telah meraup keuntungan yang cukup besar dari mengeksploitasi para korban.

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Praktek Prostitusi, PSK Sewa Kamar Hotel Bogor-Maumere Rp 200 Ribu Sehari

Sumber: Pos Kupang
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas