Pernikahan Dini Marak di Kalangan Anak-Anak Pegungsi Korban Gempa di Palu
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu mencatat, sudah empat kasus pernikahan dini yang dilakukan oleh pengungsi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Palu Abdul Humul Faaiz
TRIBUNNEWS.COM, PALU - Pernikahan di bawah umur di lingkungan korban bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah sering terjadi.
Pernikahan dini dilakukan di selter atau tenda pengungsian, maupun hunian sementara (huntara).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu mencatat, sudah empat kasus pernikahan dini yang dilakukan oleh pengungsi.
"Iya benar, beberapa hari ini saya cek, ternyata memang ada di salah satu selter itu perkawinan anak di bawah umur," terang Kepala DP3A Kota Palu, Irmayanti Pettalolo di ruang kerjanya, Selasa (21/5/2019).
Irmayanti mengatakan empat kasus tersebut melibatkan anak berumur 15 tahun hingga usia 17 tahun.
"Ini kan masuk pernikahan anak di bawah umur, karena batas usia anak itu di bawah 18 tahun," terangnya.
Baca: Gempa Hari Ini - BMKG Catat Gempa Bumi Landa Paser Kalimantan Timur, Pusat Gempa di Darat
Kasus ini pun diperkuat setelah DP3A melakukan pengecekan langsung di pos-pos pengungsian dan huntara.
"Beberapa pengelola selter dan tenda-tenda pun, mereka membenarkan adanya perkawinan dini itu," ujarnya.
Penyebabnya pun beragam, ada akibat pergaulan bebas, ada juga karena faktor ekonomi yang belum stabil hingga saat ini.
Irmayanti mengatakan pihaknya menemukan ada pasangan nikah perempuan 15 tahun dan laki-laki 15 tahun.
Selain itu ada anak perempuan berumur 15 tahun dinikahkan dengan orang yang jauh lebih dewasa.
"Nah ini salah satu faktornya ialah ekonomi. Mungki saja orang tua tak mampu lagi menanggung hidup anaknya karena belum punya pekerjaan," ungkapnya.
Irmayanti khawatir, pernikahan dini akan semakin banyak terjadi dengan melihat kondisi pengungsi saat ini.
Untuk itu, dalam waktu dekat, DP3A Kota Palu akan melakukan koordinasi dengan beberapa pihak khususnya untuk menyosialisasikan kesehatan reproduksi remaja.
Untuk meminimalisir terjadinya pernikahan dini itu DP3A melakukan pendampingan terhadap pengungsi di selter-selter.
Pendampingan dilakukan bekerjasama dengan NGO yang konsen pada perempuan dan anak.
"Mudah-mudahan dengan program seperti itu masyarakat bisa mengerti bahwa memang pernikahan dini ini tidak dibenarkan," pungkasnya. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)