Gubernur Bali Gagas Pemberian Sanksi Adat Sebagai Hukuman Tambahan Bagi Koruptor Asal Bali
Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan komitmennya mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan komitmennya mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi.
Koster akan menyiapkan sistem pendidikan anti-korupsi serta mengusulkan sanksi adat bagi koruptor asal Bali.
Hal tersebut disampaikan Koster dalam acara Roadshow Bus KPK ‘Jelajah Negeri Bangun Anti Korupsi’ di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Jumat (16/8/2019).
Sebelumnya Roadshow Bus KPK sudah mengunjungi sejumlah daerah di Bali sejak 26 Juli lalu.
Sebagai pemimpin daerah, Koster berencana menyiapkan sistem pendidikan anti korupsi mulai dari tingkat pendidikan paling bawah berbasis kearifan lokal.
Rencana tersebut diungkapkannya karena Bali memiliki nilai-nilai kearifan lokal, ada dalam lontar maupun sastra-sastra, yang sangat baik sebagai pegangan hidup masyarakat Bali.
“Hanya saja hal itu tidak ada dalam pendidikan, maka akan kami masukkan dalam sistem pendidikan non formal atau ekstrakurikuler sehingga sejak dini anak-anak harus diajarkan mana yang menjadi haknya atau bukan, supaya dia sadar,” kata Ketua DPD PDIP Bali ini.
Menurut Koster, pencegahan korupsi sebaiknya masuk dari hulu, sedangkan kalau masuk di hilir akan terlalu berat.
“Ini yang sedang kami siapkan sistemnya, mudah-mudahan pada tahun kedua pemerintahan ini bisa dijalankan,” ujarnya.
Sebagai upaya pencegahan korupsi lainnya, Koster mengusulkan menggunakan kearifan lokal. Menurutnya, Bali punya desa adat yang sistem nilainya sangat kuat.
Ada hukum adat yang namanya awig-awig dan pararem yang mengikat krama desa adat dengan hukuman yang sangat kuat.
Dikatakan Koster, orang Bali di mana pun berada baik di Bali maupun luar Bali tetap terikat dengan hukum adat yang ada di desanya.
Karenanya, Koster bersama Majelis Desa Adat (MDA) kini sedang memikirkan bagaimana menggunakan sanksi adat ini untuk memberi hukuman tambahan bagi orang-orang Bali yang terlibat korupsi.
“Barang siapa yang terbukti melakukan korupsi setelah menjalani proses peradilan dengan hukuman tetap, supaya dikenakan hukum adat sesuai yang berlaku di desanya,” ucap mantan Anggota Komisi X DPR RI ini.