Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pertama Kali Vonis Kebiri di Mojokerto: Tunggu Arahan Kejagung Hingga IDI Menolak Jadi Eksekutor

Berikut fakta terkait vonis tambahan kebiri kepada terpidana kasus kekerasan seksual di Mojokerto

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pertama Kali Vonis Kebiri di Mojokerto: Tunggu Arahan Kejagung Hingga IDI Menolak Jadi Eksekutor
Kompas.com/ (Getty/Independent)
Hakim.(Getty/Independent) 

Marsis menegaskan, IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual pada anak.

Namun, mereka menolak dilibatkan dalam pelaksanaan hukuman kebiri atau menjadi eksekutor.

Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), dr Priyo Sidipratomo, mengatakan, dokter tidak akan menggunakan pengetahuannya untuk hal yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diajak.

Hal itu disebutkan dalam sumpah dokter.

"Kalau melanggar, dikeluarkan dari organisasi profesi organisasi. Dokter bertugas hanya untuk kepentingan kemanusiaan. Dalam peperangan pun, dokter harus menyelamatkan manusia, sekalipun itu musuh," kata Priyo.

Namun, sikap IDI ini menjadi dilema karena hanya dokter yang memiliki kompetensi untuk memasukkan zat kimia ke tubuh manusia.

Menurut dokter spesialis andrologi, Wimpie Pangkahila, sebaiknya hukuman diperberat dengan menambah masa kurungan penjara atau hukuman tambahan lainnya yang tidak mencederai profesi dokter.

Berita Rekomendasi

Wimpie mengatakan, hukuman kebiri pun belum terbukti di dunia bisa memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual. (Dian Maharani)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Ikatan Dokter Tolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri

Tanggapan psikolog

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menanggapi keputusan pengadilan di Jawa Timur yang memberi hukuman kebiri kimia kepada pemerkosa 9 anak

"Akhirnya, ada juga pengadilan negeri yang memuat kebiri kimiawi dalam putusannya bagi terdakwa predator seksual. Majelis Hakim di PN Mojokerto," ujarnya, Sabtu (24/8/2019).

Tapi, menurut Reza, bisa dipastikan, putusan semacam itu tdk bisa dieksekusi. Ia mengungkap beberapa alasannya.

"Pertama, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi pelaksana karena di Indonesia filosofi kebiri adalah retributif. Padahal, di luar, filosofinya adalah rehabilitasi. Dokter, kata IDI, bertugas menyembuhkan, bukan balas dendam," katanya.

Baca: Khawatir Rafatar Kebanyakan Dengar Musik Luar, Raffi Ahmad Ajak Penyanyi Cilik Gelar Mini Konser

Baca: Maverick Vinales Targetkan Mulai Balapan dari Garis Depan di MotoGP Inggris 2019

Baca: Mendagri Sering Pindah Mobil Patwal Karena Mobil Dinasnya Sering Mogok

Alasan kedua, sambung Reza, di sini, kebiri dijatuhkan dengan menihilkan kehendak pelaku. Alhasil, bisa-bisa pelaku menjadi semakin buas.

"Kemudian di luar, kebiri adalah berdasarkan permintaan pelaku. Pantaslah kalau di sana kebiri kimiawi mujarab. Di sini blm ada ketentuan teknis kastrasi kimiawi. Akibatnya, UU 17/2016 melongo bak macan kertas."

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas