Fakta-fakta Bocah 12 Tahun Tinggal di Kandang Ayam: Makan, Tidur, dan Buang Kotoran di Kandang Ayam
Meski meronta dan minta dikeluarkan, Effendi tidak mengeluarkan sepatah katapun kepada orang yang berada di dekatnya.
Editor: Hasanudin Aco
Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Anak bungsunya, Moh Rofi Mudarris (9) sedang tidak masuk sekolah. Ia menunggui Darwis di rumahnya.
Tiga kakaknya, Boby Wahyudi (20), Anis Romadona (17), Nabila (15) sedang bekerja serabutan. Ketiga-tiganya tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SMA karena persoalan biaya.
Gubuk kecil itu masih disekat menjadi dua kamar.
Satu kamar ditempati Darwis dan Rofi. Satu kamar lagi ditempati Anis dan Nabila.
Sedangkan anak sulungnya, Boby memilih tidur di sofa bekas di emper rumah.
Lemari triplek bekas pemberian orang, disandarkan Darwis di emper rumah. Bagian bawahnya sudah terkikis rayap.
"Anak-anak sedang bekerja semua. Baru sore mereka pulang sambil bawa makanan," ujar Darwis sambil merapikan kancing bajunya.
Selama tidak bekerja, Darwis menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya.
Jika semuanya sedang tidak bekerja, semuanya pasrah kepada nasibnya masing-masing.
Bahkan, anak bungsu Darwis, memilih tidur untuk mengurangi rasa lapar.
"Kalau saya lapar, kadang dibawa tidur biar tidak semakin lapar," kata Rofi sambil mengelap sepeda barunya hasil pemberian Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan.
Rofi mengaku, paling sering diajak makan di rumah temannya kalau sudah pulang sekolah.
Bagi Darwis, persoalan tempat tinggal bukan masalah penting.
Anak-anaknya sudah terbiasa mandiri dalam keadaan miskin.
Apalagi, sejak ditinggal sang isteri dua tahun yang lalu. Ada sesuatu yang bisa dimakan hari ini mereka syukuri. Kalau tidak ada, mereka mencarinya.
"Hidup saya seperti induk ayam dan anaknya. Kerja hari ini untuk makan hari ini," ungkap Darwis.
Jika ada tetangga Darwis rutin dapat bantuan beras miskin dari pemerintah, Darwis hanya mengelus dada. Sebab mau berteriak minta bantuan ke pemerintah, dia merasa malu sehingga memilih diam.
Rodak (50), pemilik tanah yang ditempati Darwis menceritakan, sudah puluhan tahun hidup Darwis sangat memprihatikan.
Sebagai tetangga dan sahabatnya, Rodak seringkali membantu Darwis. Darwis bukanlah sosok pemalas. Bahkan dia orang yang memiliki tanggung jawab dalam bekerja.
Suatu waktu, Darwis mendapat pekerjaan mengurusi pembangunan rumah milik salah satu pejabat dinas pekerjaan umum Pemkab Pamekasan.
Pekerjaan itu membuat orang lain iri. Sehingga Darwis difitnah. Darwis harus lepas dari pekerjaannya.
"Dia korban fitnah sehingga pekerjaannya sekarang serampangan. Saya kasihan sekali," kata Rodak.
Namun, Darwis mengaku sedikit lega ketika Dinas Sosial Kabupaten Pamekasan menjanjikan untuk memberikan bantuan kompresor kepadanya.
Kelak ketika alat itu datang, ia akan membuka bengkel tambal ban di trotoar pinggir jalan. Pihaknya berharap, bantuan itu cepat diterimanya.