Suaminya Tewas Dalam Tragedi Bom Bali, Luka 17 Tahun Lalu Masih Terasa di Hati Endang Isnaeni
Ratusan warga, keluarga korban, dan korban selamat, kumpul di Monumen Bom Bali, Kuta, Badung, Bali, Sabtu (12/10/2019) sejak pukul 17.00 Wita.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga, keluarga korban, dan korban selamat, kumpul di Monumen Bom Bali, Kuta, Badung, Bali, Sabtu (12/10/2019) sejak pukul 17.00 Wita.
Peringatan dilakukan dengan berdoa bersama, tabur bunga, dan menyalakan lilin sebagai simbol berduka.
Saat sesi renungan, keluarga korban dan korban selamat tampak menangis.
Bahkan ada satu korban selamat yang pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Endang Isnaini (48), istri dari korban Bom Bali yang meninggal bernama Aris Munandar mengaku masih belum bisa melupakan tragedi kelam tersebut.
Baca: Klaim Punya Jam Rolex Harga Rp 130 Juta yang Ternyata Abal-abal, Barbie Kumalasari Merasa Ditipu
Baca: Beberkan Kelakuan Terpuji Istri Kolonel Hendi Suhendi Semasa SMA, Birgaldo Sinaga Sebut Kini Berubah
Baca: Jabatannya Dicopot Karena Postingan Istri di Facebook, Kolonel Hendi Suhendi: Saya Terima Salah
Ia masih sulit untuk melupakan. Tapi berusaha untuk ikhlas dan memafkan.
"Ini 17 tahun tapi luka yang mereka buat masih terasa bagi kami. Mungkin sulit bagi kami sembuh total tapi berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi," katanya di sela-sela peringan Bom Bali, Sabtu (12/10/2019) malam.
Isnaini bercerita suaminya saat itu berada di dalam mobil dan tepat di depan lokasi kejadian.
Ia baru mengetahui keesokan harinya setelah jenazah suaminya berhasil diintifikasi.
Jenazahnya saat itu memang utuh, namun dengan luka bakar yang cukup serius.
"Suami saya ada di dalam mobil, kondisinya utuh tapi seperti terpanggang," ceritanya.
Saat itu suaminya meninggal di usia 36 tahun.
Akibat kejadian itu, ia harus menanggung menghidupi keluarganya.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: 1 Oktober 2005, Tragedi Bom Bali II Tewaskan 23 Orang
Saat itu ia memiliki tiga anak yang masih kecil.
Ia menghidupi ketiga anaknya dengan berprofesi sebagai tukang jahit di sekitar Pemogan, Denpasar.
Dengan banyaknya korban yang menjadi korban terorisme termasuk dirinya, ia berharap tak ada lagi peristiwa semacam ini.
Ia tak ingin lagi ada korban-korban berikutnya dan berharap kepada siapapun agar tak ada niatan melakukan aksi teror.
"Terorisme menimbulkan penderitaan kepada korban langsung, semoga tak ada seperti itu lagi," kata dia.
Mengingat Malam 12 Oktober 2002
Ketenangan Sabtu malam di kawasan Kuta dan Denpasar terkoyak akibat meledaknya tiga buah bom yang mengguncang Pulau Dewata.
Rentetan bom tersebut terjadi pada 12 Oktober 2002 sekitar pukul 23.15.
Arsip pemberitaan Harian Kompas, 13 Oktober mengabarkan, malam itu, ledakan pertama dan kedua terjadi lima meter di depan DiskotekSari Club, di Jalan Legian, Kuta.
Baca: Adik Terduga Teroris Ungkap TH Kerap Ribut dengan Ayahnya Gegara Uang
Sesaat setelah ledakan pertama, sebuah bom kembali meledak di Diskotek Paddy's yang terletai di seberang Sari Club.
Akibat dari ledakan beruntun ini, baik Sari Club, Diskotek Paddy's dan bangunan Panin Bank yang terletak persis di depan Sari Club terbakar.
Selain itu, puluhan bangunan yang berada di radius 10 hingga 20-an meter dari lokasi rusak berat.
Adapun kaca-kaca hotel, toko maupun tempat hiburan lainnya tak luut dari kerusakan.
Bahkan kuatnya ledakan juga membuat kantor biro perjalanan yang berada di samping Sari Club rata dengan tanah.
Kemudian sesaat setelah itu, ledakan ketiga terjadi sekitar 100 meter dari Kantor Konsulat Amerika Serikat di daerah Renon, Denpasar, Bali.
Kuatnya ledakan di ketiga tempat tersebut menyisakan lubang selebar 4-4,5 meter dengan kedalaman 80 sentimeter.
Kejadian ini merenggut nyawa 202 orang yang saat itu berada di lokasi kejadian.
Korban mayoritas merupakan warga negara Australia. Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal (Pol) Dai Bachtiar saat itu mengatakan, lokasi ledakan di Jalan Legian pada hari yang sama dikunjungi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan pejabat tinggi negara lainnya.
Pemberitaan Harian Kompas, 14 Oktober 2002 mengabarkan, para pejabat tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla, Menko Bidang Perekonomian Dorodjatun Koentjoro-Jakti, Panglima TNI Jenderal Endiartono Sutarto, serta Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda.
Kejadian bom pada 12 Oktober 2002 tersebut tak hanya terjadi di Bali.
Beberapa saat sebelumnya, sebuah bom rakitan meledak pada Sabtu petang pukul 18.50 di pintu gerbang masuk kantor Konsulat Jenderal (Konjen) Filipina di Jalan Tikal, Kelurahan Tikala Ares, Lingkungan I, Manado.
Peristiwa tersebut tidak memakan korban jiwa. Meski begitu, daun pintu besi kantor Konjen Filipina dikabarkan terlempar sekitar empat meter dari tempatnya.
Serangan bom di beberapa tempat di Bali dinyatakan terkait dengan organisasi Al-Qaeda.
Harian Kompas, 15 Oktober 2002 mengabarkan, Konsul Jenderal (Konjen) Amerika Serikat (AS) di Surabaya, Philips L Antweiler mengatakan, pihaknya melihat adanya tanda-tanda nyata tentang kaitan aksi teror dengan jaringan tersebut.
"Apa yang terjadi di Bali merupakan kegiatan teroris meskipun kami belum tahu pesis siapa pelakunya. Namun kami melihat ada tanda-tanda cukup nyata tentang kaitan peristiwa itu dengan jarinan Al-Qaeda," ujar Antweiler.
Dalam pengejaran terhadap tersangka, polisi berhasil menangkap Amrozi bin H Nurhasyim yang didakwa hukuman mati.
Fakta di persidangan menyatakan, bahwa para pelaku diyakini merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI).
"Kami berkeyakinan, kegiatan mereka tidak lepas dari jaringan internasional. Atau setidaknya regional di kawasan Asia," ujar Jaksa Penuntut Umum Urip Tri Gunawan saat persidangan Amrozi.
Kemudian polisi juga menangkap Imam Samudra alias Abdul Aziz.
Sama seperti Amrozi, Imam Samudra juga dijatuhi hukuman mati.
Harian Kompas, 11 September 2003 mengatakan, vonis tersebut diberikan setelah majelis hakim menyatakan Imam Samudra terbukti bersalah.
Selain itu, tindakannya juga dinilai telah memenuhi unsur dari empat dakwaan primer yang dituntutkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bali sebelumnya.
Keempat dakwaan primer tersebut adalah dua dakwaan dalam perkara peledakan bom Bali dan dua dakwaaan lain dalam perkara peledakan bom malam Natal.
Selain itu, pelaku lain yang terlibat dalam tragedi ini adalah Ali Ghufron bin H Nurhasyim alias Muklas, seperti dikutip dari Harian Kompas, 3 Oktober 2003.
Adapun tersangka lain seperti Ali Imron bin H Nurhasyim alias Alik divonis penjara seumur hidup.
Vonis serup ajuga diterima oleh Mubarok alias Utomo Pamungkas dan Suranto Abdul Goni alias Umar alias Wayan.
Sementara tersangka lain, Dulmatin tewas dalam pengepungan di Pamulang, Tangerang Selatan.
Adapun teroris yang paling dicari yakni Dr Azahari bin Husin atau yang seriing disebut sebagai The Demolition Man tewas pada 2005.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Suami Jadi Korban Bom Bali, Endang Isnaini Jadi Tukang Jahit di Pemogan untuk Hidupi 3 Anaknya