Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDI-P Bantah Dinasti Politik Majunya Gibran dan Bobby Jadi Cawalkot: PDI Bukan Kerajaannya Jokowi

Deddy Sitorus membantah majunya anak sulung dan menantu Presiden Jokowi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 sebagai dinasti politik.

Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in PDI-P Bantah Dinasti Politik Majunya Gibran dan Bobby Jadi Cawalkot: PDI Bukan Kerajaannya Jokowi
Instagram @ayanggkahiyang & @gibran_rakabuming
Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dikabarkan akan maju dalam Pilkada 2020. 

TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Deddy Sitorus membantah majunya anak sulung dan menantu Presiden Jokowi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 sebagai dinasti politik.

Diketahui Gibran Rakabuming Raka menjadi Bakal Calon Wali Kota Solo.

Sementara, suami Kahiyang Ayu, Bobby Nasution menjadi Bakal Calon Wali Kota Medan.

Keduanya sama-sama maju dari PDI-P, di mana Jokowi juga berada di dalamnya.

Deddy Sitorus mengatakan, PDI-P bukanlah milik Jokowi, sehingga menurutnya Jokowi tidak bisa membangun dinasti politik.

"Tidaklah, kan PDI Perjuangan bukan kerajaannya Pak Jokowi bagaimana dia bisa membangun dinasti," ujar Deddy Sitorus di Studio Menara Kompas, Minggu (8/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.

Deddy Sitorus
Deddy Sitorus (Youtube/Kompas TV)

Deddy mengatakan keinginan pencalonan Gibran dan Bobby tersebut bukan dari Presiden Jokowi.

Berita Rekomendasi

Melainkan dari pihak Gibran dan Bobby sendiri yang ingin maju dalam dunia politik.

"keinginan mencalonkan itu kan bukan dari Pak jokowi, tapi menantu dan anaknya, yang kata beliau (Jokowi) sudah punya feeling politik," jelas Deddy.

Sehingga politisi PDI-P ini menilai langkah dari Gibran dan Bobby itu diperbolehkan.

"Itu sah-sah saja kalau menurut saya," kata dia.

Deddy mengatakan tidak tepat menyebut pencalonan keluarga Jokowi itu sebagai dinasti politik.

Menurutnya, demokrasi Indonesia saat ini berbeda dengan zaman order baru.

"Kita harus membedakan demokrasi sekarang dengan demokrasi orde baru," ujarnya.

Deddy menyampaikan, untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah ada mekanisme dari partai yang harus dilalui.

"Demokrasi sekarang ada mekanisme koreksinya," ungkap Deddy.

"Jadi katakanlah anaknya, menantunya mencalonkan diri, hanya partai politik yang melakukan koreksi," lanjutnya.

Bobby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka
Bobby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka (Kolase TribunKaltim.co / (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) dan (Tribun Medan/Nanda F Batubara))

Selain itu, untuk menang menjadi kepala daerah, menurutnya harus melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat.

"Ada pemilihan langsung yang melakukan koreksi," kata Deddy.

"Jadi beliau tidak serta merta meletakkan pada jabatan-jabatan," jelasnya.

Ditanya mengenai keuntungan yang diterima sebagai anak dan menantu Jokowi dalam pencalonan wali kota, Deddy berujar Gibran dan Bobby harus menggunakan keuntungannya itu sebagai modal.

"Keuntungan ya harus, dong, kita sebagai politisi harus menggunakan semua modalnya untuk dikapitalisasi untuk kepentingan politik," ungkapnya.

Modal yang dimiliki oleh Gibran dan Bobby itu, menurut Deddy Sitorus adalah hal yang wajar.

"itu sah-sah saja secara etika, secara legal, tidak ada yang dilanggar di situ," jelas Deddy.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPP) PDIP, Nusyirwan Soejono juga membantah adanya dinasti politik atas pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution sebagai wali kota.

Nusyirwan mengatakan langkah kedua orang terdekat Jokowi itu bukan sebagai dinasti politik.

"Kalau itu bagian dari saudara, ya iya, tapi dalam terjun ke dunia politik, kita harus bedakan suasana masa lalu," ujar Nusyirwan di Studio Menara kompas, Rabu (4/12/2019), dikutip dari YouTube KompasTV.

Politisi PDIP itu menyebut langkah Gibran dan Bobby itu berbeda dengan masa orde baru.

Sehingga tidak bisa jika menyebut pencalonan keduanya sebagai nepotisme.

"Pada masa orde baru ada sebutan nepotisme, tapi nepotisme untuk tinjauan aspek ekonomi," katanya.

"Proses politik pada masa lalu berbeda dengan sekarang," lanjut Nusyirwan.

Alasan dari bantahan Nusyirwan itu karena Jokowi bukanlah petahana di Solo ataupun di Medan.

Sehingga menurutnya, tidak ada konflik kepentingan mengenai langkah politik Gibran dan Bobby tersebut.

"Itu bagian daripada hak konstitusi ya, keterkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh ada conflict of interest (konflik kepentingan) kepada petahana," katanya.

"Petahana di daerah tersebut berkaitan atau tidak?, kami tidak melihat itu," jelas Nusyirwan.

Ketua DPP PDIP, Nusyirwan Soejono
Ketua DPP PDIP, Nusyirwan Soejono (Tangkapan Layar Kompas TV)

Senada dengan Nusyirwan, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyebut pengertian dari definisi nepotisme adalah memilih seseorang tidak berdasarkan kemampuannya.

"Tergantung definisi nepotisme itu apa, salah satu definisi yang diterima secara umum adalah memilih di luar kemampuannya," ujar Qodari di Studio Menara Kompas, Rabu (4/12/2019), dikutip dari YouTube KompasTV.

"Sebetulnya nepotisme ini kelihatan kepada jabatan yang ditunjuk," lanjutnya.

Sehingga menurutnya, tidak pas jika menyebut Gibran dan Bobby maju dalam pilkada 2020 adalah nepotisme.

Karena pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.

"Sebenarnya sulit untuk mengatakan ini nepotisme untuk jabatan yang sifatnya dipilih," ujarnya.

"Karena di situ prosesnya dimana orang memilih, punya kesempatan memilih," jelas Qodari.

Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menyebut, langkah dari Gibran dan Bobby itu memang tidak dilarang dalam Undang-undang.

"Kalau kita kembalikan pada Undang-undang, ya tidak ada halangan bagi anak presiden menjadi calon wali kota," kata Qodari.

"Kecuali ada larangan hitam di atas putih, tentu kita katakan tidak boleh," jelasnya.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas