Isu Larangan Natal di Dharmasraya, Komnas HAM: Ibadah itu Bukan Kejahatan dan Tak Ganggu Keamanan
Komnas HAM ungkap masalah larangan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung Sumbar, sebut tak boleh bangun gereja lantaran umat Kristen masih sedikit.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Pravitri Retno W
Diketahui, dalam PBM tahun 2006 itu terdapat batas minimal penganut suatu agama, yakni 90 orang, dan baru akan diizinkan membuat rumah ibadah.
Dari peraturan itu, Choirul menyebut jika memang penganut Kristiani di wilayah itu belum mencapai batas minimal, maka seharusnya ada rumah ibadah sementara.
Rumah ibadah itu juga tak serta merta berdiri, melainkan berdasarkan persetujuan kepala daerah.
"Dalam PBM dua menteri itu, jalan keluarnya sederhana kok," kata Choirul.
"Yang pertama kalau memang tidak mencukupi kuota, ya bikin rumah ibadah sementara, dan itu diskresial oleh kepada daerah," sambungnya.
Choirul menyayangkan sebenarnya kasus seperti ini harusnya sudah lama selesai dan tak perlu berlarut-larut.
"Harusnya situasi begini sudah (lama selesai), ini kan terjadi terus-menerus nih," katanya.
Choirul juga menyorot sampai kapan permasalahan kurangnya jumlah penganut agama ini menjadi konflik.
Padahal kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama sudah dijamin dalam konstitusi.
"Ada klausul dalam PBM dua menteri itu yang mengatakan ada kebutuhan nyata," kata Choirul.
"Mau sampai kapan orang yang punya (agama dibatasi haknya)? Setiap orang dengan agamanya dan kepercayaannya masing-masing punya itikad baik ketika dia mau merayakan, mau beribadah," tegasnya.
"Itu kan harusnya difasilitasi. Mau sampai kapan atas nama rezim administrasi mereka tidak bisa menjalankan agamanya?"
Kemenag Sebut Tak Ada Larangan
Sebelumnya dalam wawancara itu, Paulus menyebut pihak Kementerian Agama langsung mendatangi wilayah Dharmasraya dan Sijunjung.
Paulus menjelaskan bahwa konotasi dari kata pelarangan memang ujung-ujungnya membuat kebebasan hak jadi dipertanyakan.
Kabar pelarangan merayakan Natal itu membuat hak warga negara untuk beragama dalam konstitusi dipertanyakan.
"Memang, mendengar kata larangan atau dilarang, atau melarang, itu lalu memang mengantar kita pada satu diskusi konsep mengenai kebebasan," ujar Paulus.
"Dan kebebasan ini memang di dalam konstitusi kita memang dijamin sepenuhnya. Kebebasan beragama misalkan."
Dari kunjungan pihak Kemenag ke wilayah tersebut, Paulus mengungkap sebenarnya tidak benar-benar ada pelarangan tersebut.
"Jadi kita sudah mendapatkan juga informasi bahwa sesungguhnya itu tidak ada seperti itu," ungkap Paulus.
"Karena memang dari teman-teman, khususnya Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Kebag TU, dan teman-teman di bagian urusan kerukunan umat beragama," terangnya.
"Khusunya para tokoh lintas agama dalam forum kerukunan umat beragama, sudah ke tempat dan mencoba melihat dari dekat apa sesungguhnya yang terjadi. Dan itu sepertinya tidaklah seperti itu."
Paulus menjelaskan munculnya kabar pelarangan merayakan Natal itu didasari dari sebuah sejarah yang panjang.
Namun ia menegaskan sebenarnya yang menjadi masalah saat ini adalah tidak adanya rumah ibadah yang tetap di wilayah tersebut.
"Ketika menjelang hari raya seperti Hari Raya Natal, khususnya perayaan-perayaan besar keagamaan, memang umat komunitas khususnya Kristiani, baik Katolik atau Protestan tentu membutuhkan sebuah ruang tempat untuk merayakan natal," tuturnya.
"Memang saat ini di dua kabupaten ini, seberapa kita dapat informasi, memang belum ada gereja yang stabil, yang tetap."
"Sebagian besar juga saudara-saudara Kristiani yang ada di kelompok ini memang berasal dari tempat yang lain."
Paulus menggarisbawahi yang selama ini dikabarkan menjadi pelarangan sebenarnya lebih mengarah kepada masalah teknis tak adanya gereja resmi di wilayah itu.
"Sebetulnya hanya soal barangkali praktik teknis bagaimana sebetulnya mengkomunikasikan mengenai persiapan-persiapan perayaan keagamaan itu," jelasnya.
Maka dari itu, untuk mendirikan gereja secara resmi dibutuhkan kajian yang terkait dengan sejarah serta tradisi wilayah setempat.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.