Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengakuan Anggota Kerajaan Agung Sejagat Purworejo: Semua, Termasuk Biaya Seragam Pakai Uang Sendiri

Seorang anggota Kerajaan Agung Sejagat berbagi kisahnya menjadi bagian dari keraton.

Penulis: Nuryanti
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Pengakuan Anggota Kerajaan Agung Sejagat Purworejo: Semua, Termasuk Biaya Seragam Pakai Uang Sendiri
Instagram @gaekoindonesia dan Twitter @aritsantoso
Seorang anggota Kerajaan Agung Sejagat berbagi kisahnya menjadi bagian dari keraton. 

"Makanya dipilih di sini karena ada kisah seperti itu. Bahasanya adalah ndililah atau kebetulan dan membuat para pengikut  percaya dengan panggilan alam," ungkap Puji.

Keramaian warga saat mengunjungi Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Selasa (14/1/2020).
Keramaian warga saat mengunjungi Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)

Biaya Sendiri

Selanjutnya, Puji mengaku selama menjadi punggawa tidak ada iuran atau dana yang keluar selama masuk Kerajaan Agung Sejagat.

Menurutnya, uang yang ia keluarkan hanya uang bensin untuk perjalanan berangkat dan pulangnya.

"Paling kalau keluar uang kalau kita berangkat ke sini naik motor, bensinnya sendiri," jelas Puji.

Ketika ditanya terkait pembiayaan dalam sistem kerajaan, termasuk seragam, menurut Puji, semuanya menggunakan biaya sendiri.

"Tidak ada janji-janji, paling adalah wejangan seperti menceritakan sejarah Jawa, dan misinya adalah menyejahterakan masyarakat dalam hal sandang, pangan, papan," lanjut dia.

Warga foto bersama dengan punggawa Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo pada Selasa (14/1/2020).
Warga foto bersama dengan punggawa Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)
Berita Rekomendasi

Penolakan Warga

Mengutip TribunJateng.com, kehadiran Kerajaan Agung Sejagat ini telah membuat segenap perangkat desa mengambil sikap.

Ketua RT 3 RW 1, Dedi Mulyadi mengatakan, seluruh warga, tokoh, dan perangkat desa telah mengambil sikap menolak segala kegiatan yang mengganggu warga.

Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

Para tokoh bertemu di Masjid Pandansari, mencari solusi atas ramai keberadaan keraton agung sejahat di lingkungan mereka.

"Awalnya adalah kedatangan batu cukup mengherankan warga. Lalu melakukan kegiatan tidak lazim dan sesaji yang begitu banyak," ujar Dedi kepada Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).

Dedi mengatakan, puncak dari itu semua adalah ketika momen peresmian kerajaan.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas