Antropolog Sebut Raja 'Palsu' Keraton Agung Sejagat Paham Bidik Korban dengan Manfaatkan Budaya Jawa
Antropolog menyebut sosok Raja palsu keraton agung sejagat sangat paham membidik korbannya dengan memanfaatkan budaya jawa.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Antropolog Nurhadi menyebut alasan mengapa orang-orang bergabung dengan Keraton Agung Sejagat (KAS).
Menurutnya sosok raja palsu KAS alias Totok Santosa dinilai paham untuk membidik orang menjadi korbannya.
Nurhadi pun menjelaskan alasan orang-orang bersedia menjadi anggota menurut konsep Antropologi.
"Di dalam antropologi itu ada konsep namanya Anomie," terang Nurhadi dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon Kamis (16/1/2020).
"Anomie adalah kondisi ketika orang sedang berada di posisi antara atau tanpa peraturan," imbuhnya.
Dia yang menjabat sebagai Kaprodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menuturkan, masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris menjadi industri.
"Perubahan yang cepat itu, tidak dapat diikuti semua orang," jelasnya.
"Lalu orang-orang yang gagal di dalam proses itu maka dia berada dalam kondisi terasing."
Nurhadi mengatakan orang-orang yang terasing rentan menjadi korban.
Namun ada dua hal dasar untuk mudah menggaet korban.
"Orang-orang itu terkadang dibujuk sesuatu yang sifatnya materil. Tetapi sebagian orang itu tidak mempan dengan tuntutan materil," ujar Nurhadi.
"Orang mungkin lebih terbujuk dengan yang sifatnya prestige misalnya kedudukan sosial, gengsi, nama besar."
Untuk membujuk korban, tidak cukup hanya menyasar materil dan prestige.
Skill lain Totok