Andre Rosiade Diduga Jebak PSK di Padang, Ini Reaksi dari Ombudsman RI dan Mahkamah Kehormatan Dewan
Pihak Ombudsman Republik Indonesia dan Mahkamah Kehormatan Dewan ( MKD) DPR RI, ikut menanggapi penggerebekan yang diikuti oleh Andre Rosiade.
Penulis: Nuryanti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Penggerebekan yang dilakukan oleh anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra, Andre Rosiade pada seorang pekerja seks komersial (PSK) di hotel Padang, menimbulkan polemik.
Andre Rosiade diduga telah menjebak PSK tersebut untuk mengungkap adanya prostitusi online di Kota Padang.
Meski, Andre Rosiade membantah dirinya telah menjebak dan merencanakan penggerebekan tersebut, masyarakat masih mempertanyakan keikutsertaan dari politisi Partai Gerindra ini.
Andre Rosiade disebut telah memanfaatkan dan menyalahgunakan jabatannya sebagai anggota dewan.
Pihak Ombudsman Republik Indonesia dan Mahkamah Kehormatan Dewan ( MKD) DPR RI, juga ikut menanggapi penggerebekan yang diikuti oleh Andre Rosiade pada Minggu (26/1/2020) lalu.
Baca: Ombudsman Lihat Indikasi Maladministrasi oleh Andre Rosiade, Ini Kata Pihak Kepolisian Sumbar
Baca: Zikria Dzatil Mengaku Hina Risma karena Sakit Hati Gubernur Anies Kerap Dibully soal Banjir Jakarta
Ombudsman RI
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu meminta aparat kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan penjebakan dalam penggerebekan PSK di Padang.
Pihaknya ingin peristiwa penggerebekan tersebut diungkap apakah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Mengingat, Andre Rosiade selaku anggota dewan perwakilan rakyat juga ikut melakukan penggerebekan.
"Polda perlu segera mengungkap cara-cara dan atau prosedur penindakan kasus ini yang tidak sesuai dengan aturan hukumnya, apalagi ada dugaan menyeret nama besar anggota legislatif," kata Ninik, dikutip dari Kompas.com, Rabu (5/2/2020).
Ia menyebut, N yang saat dijadikan tersangka prostitusi online, berpotensi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
"Kita semua sepakat melakukan pemberantasan human trafficking ini, tetapi jangan abaikan melindungi korban, apalagi ada kesewenang-wenangan dalam prosesnya," ungkap Ninik.
Menurutnya, seharusnya polisi hanya menahan sang mucikari, bukan N yang berpotensi menjadi korban.
"Jikapun menggunakan dalil KUHP, khususnya Pasal 298 yang mengatur tentang prostitusi, harusnya yang ditahan mucikarinya, bukan korbannya," katanya.