Tiga Pelaku Pencabulan Anak Bawah Umur di Mamasa Dijatuhi Hukum Adat
Siswi yang menjadi korban inses itu, telah menjadi budak nafsu ayah dan kakaknya sejak masih kelas 6 SD.
Editor: Eko Sutriyanto
Kerbau yang sudah sediakan oleh keluarga pelaku, dieksekusi dengan cara ditombak (Diparraukan) beramai-ramai disaksikan oleh warga.
Setelah kerbau yang ditombak itu mati, bangkainya lalu dihanyutkan di sungai (dilammusan).
Maurids Genggong, salah satu tokoh adat yang dituakan menjelaskan, prosesi adat yang dilakukan bertujuan mengutuk perbuatan biadab yang diperbuat pelaku.
Meskipun pelaku telah diproses secara hukum positif kata dia, namun tidak menghilangkan proses hukum adat.
Hukum adat dilakukan sebagai bagian dari kegiatan sakral, yakni meminta pengampunan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Sebab diyakini, jika pelaku perbuatan biadab tidak dijatuhi sanksi adat sesuai tradisi, maka akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat Kabupaten Mamasa secara umum.
Menurut Maurids, perbuatan asusila terhadap darah daging ini, baru pertama kali terjadi di Kabupaten Mamasa, yang dilakukan secara berjemaah.
Baca: Pengantin Pria Ini Menari Ala Boyband Korea Lagu Boy With Luv BTS Demi Penuhi Permintaan Kekasihnya
"Jadi bukan saja hukum positif, tetapi hukum adat harus diberlakukan," jelas Maurids siang tadi.
Hukum adat lanjut Maurids, sebagai bagian dari upaya memberikan efek jerah bagi pelaku asusila.
Sehingga, jika dikemudian hari pelakuasih melakukan perbuatan yang sama, maka akan dihukum lebih dari hukuman yang diberikan saat ini.
Hukum yang dijatuhi terhadap pelaku saat ini, diberikan sesuai status dan kemampuan ekonominya.
Tetapi, apabila perbuatan itu diulangi, baik terhadap oknum pelaku maupun keluarganya, maka hukumannya akan ditingkatkan, di atas dari kemampuan ekonominya.
Semisal, meskipun status ekonominya rendah, akan ditunjukkan kerbau yang lebih mahal.
"Misalnya, ditunjukkan bahwa kamu harus ambil kerbau belang, maka bagaimanapun caranya, harus dikorbankan," katanya.