Dianggap Teledor Ada Perundungan di Sekolahnya, Kepala dan Wakil Kepala SMPN 16 Malang Dipecat
Kasus perundungan yang mengakibatkan cedera fisik pada seorang siswa SMPN 16 Malang, kini berimbas pada dua pejabat sekolah itu.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kasus perundungan yang mengakibatkan cedera fisik pada seorang siswa SMPN 16 Malang, kini berimbas pada dua pejabat sekolah itu.
Wali Kota Malang, Sutiaji, memecat kepala sekolah SMPN 16 Malang, Syamsul Arifin.
Tak cukup kepala sekolah saja, bahkan wakil kepala sekolah ikut terseret dalam pusaran kasus pem-bully-an ini.
"Tidak usah menunggu waktu. Sekarang sudah ditarik."
"Kepala sekolah sudah ditarik begitu juga dengan waka (wakil kepala sekolah)," kata Sutiaji di Balai Kota Malang, Senin (10/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Langkah itu diambil sesuai berita acara pemeriksaan (BAP), yang diajukan Inspektorat Pemerintah Kota Malang.
Kepala dan wakil kepala sekolah dinilai sudah lalai dan teledor, hingga menyebabkan salah satu siswa mengalami perundungan dengan tragis.
Aksi pemecatan ini mengacu pada PP Nomor 53 Tahun 2015 tentang Disiplin Pegawai dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan.
"Di sana sudah diatur secara khusus ada pelanggaran ringan, ada pelanggaran sedang, ada pelanggaran berat."
"Dan kepala sekolah sudah ditarik, sudah dibebastugaskan, termasuk wakilnya," terang Sutiaji.
Kini, Pemerintah Kota Malang juga akan mempertimbangkan sanksi kepada sejumlah guru yang diduga terlibat dalam aksi perundungan itu.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Zubaidah, turut mendapatkan peringatan dari pemerintah kota.
Zubaidah dianggap, membuat pernyataan yang tidak sesuai kejadian bully tersebut.
"Kepala dinas sudah kami lakukan peringatan. Sudah kami beri batas waktu. Pelanggaran kepala dinas itu hanya ceroboh membuat statement," ungkap Sutiaji.
"Karena informasi yang didapat dari sekolah tidak dianalisa terus membuat statement itu," bebernya.
Khofifah Minta Korban Bully Didampingi
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, turut prihatin atas kejadian perundungan yang dialami MS (13), siswa SMPN 16 Malang.
Khofifah meminta agar korban diberi sejumlah pendampingan, baik dari dokter maupun psikolog.
Tujuannya, agar korban sembuh dari trauma psikis yang mungkin saja dirasakannya.
"Pertama agar korban tidak mengalami trauma pasca mengalami perundungan yang cukup parah, bahkan sampai ada bagian tubuhnya yang diamputasi," kata Khofifah, melalui keterangan tertulis yang diterima Rabu (5/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Sedangkan, untuk pelaku kekerasan, Khofifah menyarankan untuk diberi pendampingan.
Pelaku yang notabene masih di bawah umur, harus dibina dan disadarkan agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.
"Bagaimana agar anak-anak yang masih di bawah umur ini bisa mendapatkan pemahaman yang tepat, bagaimana menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan sebayanya," jelas Khofifah.
7 Pelaku Bullying terancam Sanksi Pidana
Ada tujuh orang siswa SMPN 16 Malang, yang terancam sanksi pidana karena melakukan penyiksaan pada MS (13).
Kapolresta Malang Kota, Kombes Leonardus Simarmata, mengatakan kepolisian sudah memeriksa tiga saksi dari pihak korban.
Selanjutnya, polisi memeriksa tujuh siswa yang diduga melakukan perundungan hingga mengakibatkan cedera pada korban.
Ketujuh siswa itu diperiksa secara khusus.
Pemeriksaan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, seorang siswa SMPN 16 Malang harus dirawat di Rumah Sakit Umum Lavalette Kota Malang setelah di-bully oleh teman-temannya.
Bahkan, korban harus kehilangan jari tengahnya.
Dokter menilai, jari tengah MS (13) sudah tidak berfungsi syarafnya.
Selain itu, pada bagian tersebut, terdapat luka lebam yang cukup parah sehingga mengharuskan untuk diamputasi.
"Tadi malam pascaoperasi dia nangis. Sampai tadi pagi," kata Taufik (47), paman MS, Rabu (5/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Sedangkan, sejumlah pelaku mengaku melakukan kekerasan itu dengan maksud bercanda.
Tubuh korban, sempat diangkat beramai-ramai lalu dibanting ke lantai paving oleh teman-temannya.
"Diangkat beramai-ramai begitu. Terus dibanting ke paving dalam kondisi terlentang," ujar Leonardus.
Kejadian tersebut dilakukan saat istirahat sekolah.
Mereka, mengaku iseng dan hanya bercanda saja.
Para pelaku tidak sadar, perbuatannya itu dapat membahayakan korban.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Kontributor Surabaya, Ghinan Salman/Kontributor Malang, Andi Hartik)