Pemkot Tangerang Cari Solusi Atasi Kemacetan Perlintasan Rel Maulana Hasanudin
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tangerang Decky Priambodo mengungkapkan Pemkot terus berusaha mengurangi titik-titik kemace
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam mengatasi kemacetan yang terjadi di Jalan Maulana Hasanudin akibat adanya perlintasan jalur kereta api tampaknya menemui jalur terjal.
Pasalnya, PT. KAI Persero menerapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah untuk menggeser lokasi Pos Jaga Lintasan (PJL) Stasiun Poris yang disinyalir menjadi salah satu penyebab kemacetan yang terjadi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tangerang Decky Priambodo mengungkapkan Pemkot terus berusaha mengurangi titik-titik kemacetan yang ada, salah satunya perlintasan kereta api yang berada di Jl. Maulana Hasanudin, Cipondoh.
"Kita terus berkomunikasi dan mencari solusi terbaik bagi masyarakat untuk bisa menyelesaikan persoalan kemacetan yang terjadi di wilayah tersebut," terang Decky saat menggelar rapat koordinasi dengan Dishub Provinsi Banten, Kepala Stasiun Poris, perwakilan Balai Teknik Perkeretapian Jakarta Bandung dan Dishub Kota Tangerang di ruang kerjanya di Kantor Dinas PUPR Kota Tangerang, Jl. KS Tubun, Karawaci, Rabu (26/2).
Secara detail Decky menjabarkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkot, dimana seluruh persyaratan yang ada dirasa membutuhkan waktu yang lama bagi Pemkot Tangerang untuk dapat memenuhinya.
"Pertama tidak bisa menggeser PJLnya saja tapi juga dengan perlintasannya, izin yang diajukan ke Dirjen Perkeretapian juga cukup banyak,"
"Selain itu, kalau penggeserannya ke lahan milik PT. KAI maka Pemkot harus bayar sewa tiap tahunnya," terang Kadis PUPR.
Perwakilan Balai Teknik Perkeretapian Jakarta Bandung yang hadir dalam rapat tersebut Wahid mendukung rencana Pemkot Tangerang untuk mengurai kemacetan yang disebabkan penyempitan badan jalan akibat keberadaan Pos Jaga Lintasan.
"Pemkot bisa mengajukan dulu rencananya, apabila secara teknis memang diperlukan maka izinnya akan dikeluarkan,"
Wahid menjelaskan yang memakan waktu lama adalah proses konstruksi seperti memindahkan sinyal dan peralatan lain yang berada di perlintasan sebidang tersebut.
"Karena sinyal - sinyal perkeretapian yang sekarang manual harus diganti menjadi semi otomatis,"
"Sambil proses pengajuan izinnya berjalan, mungkin bisa dipasang rambu sesuai dengan ketentuan Perdirjen Darat tahun 2015," tukasnya. (*)