Cerita Sepasang Pengantin Lakukan Akad Nikah Kenakan APD, Tak Satu pun Tetangga yang Hadir
Rian, warga Lampung dan Tiwi warga Purbalingga melakukan akad nikah dengan menggunakan pakaian
Editor: Hendra Gunawan
Tiwi berusaha agar masyarakat di desanya tidak dikucilkan.
TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA -- Kisah sepasang pengantin lakukan akad nikah menggunakan alat pelindung diri (APD) di Kabupaten Purbalingga.
Rian, warga Lampung dan Tiwi warga Purbalingga melakukan akad nikah dengan menggunakan pakaian yang tak lazim tersebut karena pernikahannya di saat terjadi wabah Covid-19.
Lockdown atau karantina sebuah dusun di Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga tak menyurutkan pasangan pengantin ini untuk tetap melaksanakan pernikahan.
Meskipun dalam pelaksanaannya, mereka yang hendak menempuh hidup baru harus di lapangan balai desa setempat, Rabu (1/4/2020).
Pernikahan pun terpaksa dilakukan secara sederhana.
Baca: Seorang Ayah di Purbalingga Tega Rudapaksa Putri Sendiri Setelah Tahu Apa yang Dilakukan Adiknya
Baca: Firli Bahuri: Usulan Kenaikan Gaji Pimpinan KPK Sudah Diajukan Sejak Zaman Agus Rahardjo Dkk
Baca: Menkes:40.829 Tempat Tidur Tersedia di RS Rujukan Corona
Baca: DPR Targetkan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan Rampung dalam Sepekan
Tidak ada pesta di acara tersebut.
Pernikahan hanya berlangsung dengan prosesi akad nikah.
Tak hanya itu, pemandangan unik juga terlihat dalam prosesi pernikahan tersebut.
Pasangan mempelai beserta penghulu, wali, saksi, serta keluarga yang hadir juga mengenakan alat pelindung diri (APD) berupa jas hujan dan masker.
Tidak hanya itu, posisi duduk kedua mempelai, beserta penghulu, wali, saksi, serta keluarga yang hadir juga diberi jarak saat pelaksanaan pelaksanaan ijab kabul.
"Pernikahan dilaksanakan dengan protap kesehatan. Pengantin pria dan wanita ada jarak sekira satu meter."
"Lalu saksi diberi jarak dua meter dari meja pengantin. Untuk keluarga ada sekira lima orang duduk lebih jauh lagi di belakang penghulu."
"Yang berdekatan hanya pengantin pria dan wali," terang Kepala Desa (Kades) Gunungwuled, Nashirudin Latif kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (1/4/2020).
Latif menerangkan, Rian adalah pengantin pria itu berasal dari Lampung.
Sebelum pelaksanaan pernikahan, pengantin beserta keluarganya telah diisolasi dan diperiksa kesehatannya terlebih dahulu selama tiga hari di kantor balai desa setempat.
"Kalau pengantin perempuan (Tiwi) kebetulan dusunnya sedang di lockdown."
"Pengantin perempuan bukan termasuk warga yang kontak langsung dengan pasien positif corona."
"Meski begitu kami juga mengharuskan pengantin perempuan menggunakan APD," jelasnya.
Menurutnya, prosesi pernikahan hanya disaksikan tujuh orang.
Tidak ada warga satupun yang menyaksikan prosesi pernikahan.
"Kebetulan di depan balai desa ada Puskemas pembantu. Jadi saat pelaksanaan juga terdapat petugas medis," ujarnya.
Dia menuturkan, tidak ada pesta setelah prosesi ijab kabul.
Pesta ditunda tahun depan dan pengantin wanita langsung diboyong pengantin pria ke Lampung.
"Habis ijab kabul kami beri waktu beberapa waktu berpamitan dan mereka berangkat ke Lampung," tutur dia.
Alasan Digelar di Balai Desa
Pelaksanaan pernikahan tersebut juga tidak berjalan mulus.
Latif mengatakan, prosesi pernikahan sempat ditolak masyarakat yang ada di dusun tersebut.
"Masyarakat menolak pelaksanaan prosesi itu."
"Oleh sebab itu prosesi pernikahan kami pindahkan di depan balai desa," tutur dia.
Menurut dia, kondisi satu dusun di desanya tersebut masih dalam keadaan lockdown hingga 9 April 2020.
Pihaknya akan membuka kembali dusun itu jika kondisi telah normal.
"Sekarang tugas kami bagaimana menguatkan masyarakat agar tidak ketakutan."
"Ada satu hal lagi, yakni menghilangkan stigma masyarakat Gunungwuled sebagai pemapar virus corona," kata dia.
Adanya stigma tersebut, membuat warganya pun dikucilkan.
Bahkan ada warganya yang tidak bisa diterima.
"Ekstremnya warga akan membeli sesuai di toko di tetangga desa, ditolak," imbuhnya.
Dia berusaha agar masyarakat di desanya tidak dikucilkan.
Dia ingin warganya bisa kembali bersosialisasi dengan masyarakat lain.
"Kami masih berpikir bagaimana caranya masyarakat di desa kami bisa bersosialisasi tanpa dikucilkan," tukasnya.
Sementara itu, Kapolsek Rembang, AKP Sunarto membenarkan adanya prosesi pernikahan di desa Gunungwuled.
Namun dalam pelaksanaannya tidak diizinkan adanya resepsi.
"Kalau akad nikah boleh. Kalau resepsi kami tidak memperbolehkan," tutur dia.
Menurut dia, prosesi pernikahanan hanya boleh dihadiri penghulu, saksi, dan kedua mempelai.
Pihaknya melarang adanya kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.
"Ada beberapa tempat yang mau melaksanakan hajatan. Tapi sudah kami imbau sebelum pelaksanaan," tuturnya.
AKP Sunarto mengatakan, hingga saat ini baru satu desa yakni Desa Gunungwuled yang melaksanakan hajatan.
Ada beberapa desa yang akan melaksanakan hajatan, namun semuanya membatalkan acara setelah diberi imbauan, baik secara lisan maupun tertulis.
"Setelah didatangi dan disurati serta diberikan maklumat akhirnya pada mundur semua."
"Bahkan masyarakat setempat juga akan membubarkan sendiri bila ada yang nekat menggelar hajatan," tutur dia. (Rahdyan Trijoko Pamungkas)
Artikel ini telah tayang di Tribunbanyumas.com dengan judul Ijab Kabul Digelar di Balai Desa, Kondisi Dusun Lockdown di Purbalingga, Pengantin Kenakan Jas Hujan