Tebang Pohon di Tanah Ulayatnya, Seorang Suku Sakai Ditangkap dan Terancan Penjara 1 Tahun
Gara-gara menebang pohon di wilayah tanah ulayatnya, seorang petani dari masyarakat adat suku Sakai
Editor: Hendra Gunawan
Selain pesidangan yang dilakukan di ruang sidang, ternyata kasus Bongku ini juga menjadi perhatian Publik.
Sampai saat ini ada 6 amicus curiae dari akademisi yang ditujukan pada kasus Bongku serta 1 amicus curiae dari Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Menurut Rian, Amicus curiae adalah pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam sebuah kasus ini hanya sebatas memberikan opini dalam bentuk brief.
"Untuk di Indonesia amicus curiae eksis dalam kasus kasus yang menjadi perhatian publik dan membantu pengadilan untuk memperoleh informasi lebih dalam terkait perkara yang sedang diadili," terang Rian.
Menurut dia, penegakan hukum perusakan hutan hanya mampu menyasar pada orang perorangan yang miskin dan buta hukum.
Padahal mereka hanya menggunakan lahan untuk berladang tradisional guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari hari.
Sementara berdasarkan data Panitia khusus (Pansus) monitoring lahan DPRD Riau menyebutkan, pernah melaporkan 190 perusahaan terbukti tidak memiliki izin dasar perkebunan dan NPWP.
Perusahaan perusahaan tidak memiliki NPWP ini tentu tidak pernah membayar pajak kepada negara selama menguasai hutan.
Hal ini tentunya tidak sebanding dengan apa yang dilakukan Bongku, hanya ingin memenuhi kehidupan sehari hari tepaksa duduk dikursi pesakitan.
Timpangnya penegakan hukum ini menyebabkan LBH Pekanbaru hadir untuk mendampingi Bongku untuk mendapatkan pembelaan dan mendapatkan hak-haknya dalam proses hukum. (Muhammad Natsir)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul KISAH Petani Suku Sakai Dikriminalisasi hingga Diancam Hukuman 1 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta,