Ayah Ditembak Antek Belanda, Ngatimin Jadi Mata-mata Berjuang Bela Indonesia sejak Umur 16 Tahun
Ayah Ngatimin muda dicap penjuang lantaran sering membantu membangun parit perangkap tank Belanda di jalan-jalan kampung.
Editor: Ifa Nabila
"Ada Belanda lewat saya layaknya anak tidak normal ngiler-ngiler gitu. Akhirnya, saya dibiarkan saja," tutur dia.
Ngatimin muda pun harus terus memberikan informasi kepada komandannya soal keberadaan tentara Belanda.
Itu guna mendukung strategi yang disiapkan sang komandan.
Seiring berjalannya waktu, peran Ngatimin muda semakin berkembang.
Tak hanya menjadi mata-mata, ia juga harus memastikan senjata-senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di wilayah musuh.
Satu diantaranya, Ngatimin muda harus memastikan senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di sisi timur lapangan udara Panasan.
Itupun membuatnya harus berjuang supaya tak tertangkap.
Apabila tertangkap, Ngatimin muda harus menghadapi nasib kematian.
"Senapan, granat, peluru rentengan, dan bazoka saya letakan di kebun antara lapangan udara dan perkampungan lalu saya tutupi sampah," kata dia.
Ngatimin mengaku dirinya bahkan sempat bertahan hidup dengan memanfatkan tanaman di sekitarnya selama 20 hari.
Lantaran, ia harus bersembunyi dari kejaran tentara Belanda.
Terkadangpun Ngatimin muda juga harus menahan rasa laparnya.
"Tiap hari begitu saya berjuang tanpa makan, caranya menghitung hari itu batang pohon kecil saya tekuk tapi tidak dampai patah," aku dia.
"Kalaupun makan, makan dedaunan yang ada di sekitar meski rasanya tidak enak," tambahnya.
Perjuangan Ngatimin muda membantu melawan tentara Belanda usai saat tahun 1951.
Saat itu, ia pun lantas memilih masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Colomadu.
Selain itu, Ngatimin mengaku tidak mendapat kabar apapun soal komandan yang pernah memimpinnya pasca perlawanan dengan tentara Belanda sudah usai.
Nama komandannya pun sampai saat ini ia tidak tahu lantaran saat itu dirinya tak pandai membaca.
"Saya tidak pernah tanya, meski ada tulisan di bajunya, saya belum sekolah, belum bisa baca," tandasnya.
Kini di usia tua yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin menyambung hidup dengan berjualan mainan.
Dengan laba tak seberapa, ia berusaha bertahan hidup dengan profesi yang kini ditekuninya itu. (TribunSolo.com/Adi Surya Samodra)
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kisah Ngatimin, Dulu Mata-mata Indonesia sampai Rela Makan Daun, di Usia Tua Jual Mainan