Tersentuh Kisah Ngatimin, Pejuang yang Kini Jualan Mainan, 'Superman' Borong Dagangannya
Pria berkostum Superman, Danar, bersama alumni FEB UNS berdonasi untuk memborong dagangan Ngatimin, pejuang yang kini berjualan mainan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Kisah Ngatimin Citro Wiyono (87), seorang pejuang di masa penjajahan , baru-baru ini menyita perhatian masyarakat.
Pasalnya, Ngatimin yang dahulu menjadi mata-mata Indonesia untuk melawan Belanda, kini masih harus berjuang melanjutkan hidup dengan berdagang mainan.
Kisah itupun menyentuh hati seorang pria yang kerap kali tampil dengan kostum superhero, Danar.
Dengan mengenakan kostum Superman, Danar mengunjungi Ngatimin di lokasi jualannya, yaitu di sekitar Boulevard Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Senin (17/8/2020).
Baca: Ayah Ditembak Antek Belanda, Ngatimin Jadi Mata-mata Berjuang Bela Indonesia sejak Umur 16 Tahun
Dalam kesempatan tersebut, Danar memborong seluruh mainan dagangan Ngatimin hingga mencapai dua karung.
Danar menjelaskan, sebelumnya ia telah mengajak teman-temannya sesama alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS tahun 1999 untuk turut memborong dagangan Ngatimin tersebut.
Alhasil, donasi pun terkumpul dalam satu malam untuk memborong dua karung mainan dagangan Ngatimin senilai Rp 700 ribu, yang kemudian dibayarkan dengan Rp 1 juta.
Selain itu, Danar bersama rekan-rekan alumninya juga memberi sejumlah santunan pada Ngatimin.
"Sabtu (16/8/2020) malam tadi, dalam satu malam, kami iuran, kami beli mainan anak-anak dagangannya Rp 1 juta."
"Yang dijual di lokasi itu paling harganya Rp 700 ribu atau berapa tapi kami beli Rp 1 juta kemudian kami kasih uang Rp 1,5 juta," beber Danar saat dihubungi Tribunnews.com, Senin siang.
Danar mengaku, ia dan rekan-rekannya tak ingin Ngatimin merasa diberi uang cuma-cuma.
Oleh karenanya, ia memilih memborong mainan yang dijual Ngatimin.
"Biar Pak Ngatimin juga nggak merasa dikasih uang cuma-cuma jadi kami beli dagangannya," ungkap Danar.
Danar menyebutkan, setelah kunjungan tersebut, ia meminta Ngatimin untuk beristirahat di rumah.
Danar merasa, di hari perayaan HUT Kemerdekaan Indonesia ini, sepantasnya Ngatimin beristirahat dan menikmati yang telah ia perjuangkan.
"Tadi kami suruh pulang, 'ini 17 Agustus nggak usah dagang pak, Anda yang memperjuangkan kemerdekaan kok Anda 17 Agustus masih dagang,'," kata Danar.
"Mau kami antar pulang tapi katanya mau dijemput anaknya," sambung dia.
Baca: Kisah Ngatimin Pura-pura Jadi Anak tidak Normal yang Memata-matai Belanda: Saya Marah Bapak Ditembak
Danar mengatakan, saat dikunjungi Senin kemarin, Ngatimin terlihat begitu senang bahkan terharu.
"Pak Ngatimin nangis (karena) orang-orang pada menghormati beliau," ucap Danar.
Lebih lanjut, Danar mengungkapkan, idenya memborong dagangan Ngatimin muncul karena tersentuh dengan kisah perjuangannya.
Mengetahui sang pejuang berdagang mainan di halaman kampusnya, ia lantas mengajak teman-teman sesama alumni untuk membantu Ngatimin.
Teman-temannya pun turut tergerak dan langsung memberikan sejumlah donasi.
"Saya merasa waktu kemarin muncul berita itu, karena jualannya di Boulevard UNS, saya sebagai alumni dan suka anak-anak, suka mainan superhero segala macam, saya punya ide kontak sama teman-teman alumni satu angkatan saja," beber Danar.
"'Siapa yang pengin borong mainan bapake?' awalnya begitu, terus teman-teman alumni tergerak."
"Dalam satu malam, akhirnya bisa untuk membeli dagangannya dan datang juga dua sampai tiga alumni," sambung Danar.
Danar menambahkan, teman-temannya juga masih banyak yang ingin berdonasi untuk Ngatimin setelah kunjungan pada Senin kemarin.
Ia pun berencana untuk menyalurkan uang tambahan yang terkumpul untuk Ngatimin hari ini, Selasa (18/8/2020).
Adakan Upacara Kecil
Sementara itu, Danar menceritakan, sebelum memborong mainan dagangan Ngatimin, ia juga sempat mengajak Ngatimin untuk mengikuti Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi.
Bahkan, ia meminta Ngatimin untuk memimpin upacara tersebut.
Sadar sedang dalam situasi pandemi virus corona (Covid-19), Danar mengatakan, upacara kecil tersebut dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Menurut Danar, Ngatimin terlihat begitu senang dalam acara tersebut.
"Tadi upacara, dia (Ngatimin) memimpin upacaranya."
"Upacara kecil-kecilan di tengah pandemi, memakai masker, terus dia udah senang banget. Semua pedagang di situ kita wajibkan ikut," ungkap Danar.
Kisah Ngatimin
Diberitakan TribunSolo.com sebelumnya, Ngatimin merupakan seorang pejuang yang pernah bertugas menjadi mata-mata bagi tentara Indonesia.
Dalam menjalankan tugas tersebut, ia juga harus mampu memerankan sosok yang ditugaskan sang komandan waktu itu.
"Komandan berkata ke saya, kamu saya kasih tugas pengawas musuh karena kamu masih di bawah umur tidak dicurigai musuh dan antek Belanda," kata Ngatimin.
"Kemudian, kamu harus pura-pura jadi anak tidak normal saat ketemu dengan tentara Belanda," imbuhnya.
Peran itupun dijalankan Ngatimin muda dengan baik, tentara Belanda tidak menyangka bila dirinya adalah seorang mata-mata.
"Ada Belanda lewat saya layaknya anak tidak normal ngiler-ngiler gitu. Akhirnya, saya dibiarkan saja," tutur dia.
Ngatimin muda pun harus terus memberikan informasi kepada komandannya soal keberadaan tentara Belanda.
Hal itu guna mendukung strategi yang disiapkan sang komandan.
Seiring berjalannya waktu, peran Ngatimin muda semakin berkembang.
Ia mulai ditugaskan untuk memastikan senjata para tentara Indonesia aman disembunyikan di wilayah musuh.
Satu diantaranya yaitu berada di sisi timur lapangan udara Panasan.
Ngatimin terus berusaha mengamankan senjata dan melindungi diri supaya tidak tertangkap.
Apabila tertangkap, Ngatimin muda harus menghadapi nasib kematian.
Ngatimin mengaku dirinya bahkan sempat bertahan hidup dengan memanfatkan tanaman di sekitarnya selama 20 hari karena harus sembunyi dari kejaran tentara Belanda.
Terkadang Ngatimin muda juga harus menahan rasa laparnya.
"Tiap hari begitu saya berjuang tanpa makan, caranya menghitung hari itu batang pohon kecil saya tekuk tapi tidak dampai patah," aku dia.
"Kalaupun makan, makan dedaunan yang ada di sekitar meski rasanya tidak enak," tambahnya.
Perjuangan Ngatimin muda membantu melawan tentara Belanda usai saat tahun 1951.
Ngatimin kemudian memilih masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Colomadu.
Sementara itu, Ngatimin mengaku sudah tidak lagi mendapat kabar apapun soal komandannya setelah perlawanan dengan tentara Belanda selesai.
Baca: POPULER: Pejuang Mata-mata Belanda Pura-pura Jadi Anak Tidak Normal | ABG Ditinju Teman hingga Tewas
Nama komandannya pun sampai saat ini ia tidak tahu lantaran saat itu dirinya tak pandai membaca.
"Saya tidak pernah tanya, meski ada tulisan di bajunya, saya belum sekolah, belum bisa baca," tandasnya.
Kini di usia tua yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin menyambung hidup dengan berjualan mainan.
Dengan laba tak seberapa, ia berusaha bertahan hidup dengan profesi yang kini ditekuninya itu.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta, TribunSolo.com/Adi Surya Samodra)