Borong Dagangan Ngatimin, sang Pejuang yang Kini Jualan Mainan, Danar: Saatnya Kita Muliakan
Borong dagangan Ngatimin, pejuang yang kini berjualan mainan, Dagang mengungkapkan sejumlah harapannya.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pria asal Sukoharjo, Jawa Tengah, Danar, memborong mainan dagangan Ngatimin tepat di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia, Senin (17/8/2020).
Seperti yang diberitakan, Ngatimin merupakan seorang pejuang di masa penjajahan yang kini berjualan mainan di Boulevard Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Tersentuh dengan kisah Ngatimin, Danar bersama teman-temannya sesama alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS tahun 1999 pun berinisiatif mengumpulkan uang untuk memborong dagangan Ngatimin.
Tak hanya itu, mereka juga memberikan sejumlah uang santunan untuknya.
Baca: Tersentuh Kisah Ngatimin, Pejuang yang Kini Jualan Mainan, Superman Borong Dagangannya
Dengan mengenakan kostum Superman yang menjadi ciri khasnya, Danar menyerahkan secara langsung bantuan tersebut bersama rekan-rekannya pada Senin lalu.
Menurut Danar, siapapun yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini sudah selayaknya untuk dimuliakan serta dibahagiakan.
"Siapapun itu, asal dulu berjuang untuk negeri ini, sudah saatnya untuk kita muliakan, kita bikin bahagia," ujarnya pada Tribunnews.com.
"Sekadar tadi kami ajak upacara kecil-kecilan, kami beri santunan, terus kami borong dagangannya, buktinya dia terharu," sambung Danar.
Danar pun berharap, sosok-sosok seperti Ngatimin tidak lagi diabaikan.
Ia menyarankan sejumlah perlakuan sederhana untuk menunjukkan rasa hormat terhadapnya.
"Sebisa mungkin beri hormat pada beliau."
"Kalau dia mau menyeberang, kita seberangkan. Itu kecil begitu sudah bikin pejuang senang. Orang kita bisa seperti sekarang juga karena mereka," kata Danar.
"Banyak sebenarnya seperti ini, semoga ditemukan sama orang-orang yang lain juga, dimuliakan," tambahnya.
Sementara itu, Danar menceritakan, saat dikunjungi Senin kemarin, Ngatimin terlihat begitu senang hingga terharu.
"Pak Ngatimin nangis (karena) orang-orang pada menghormati beliau," ucap Danar.
Tersentuh oleh Kisah Ngatimin
Danar mengungkapkan, idenya memborong dagangan Ngatimin muncul karena tersentuh dengan kisah perjuangannya.
Mengetahui sang pejuang berdagang mainan di halaman kampusnya dulu, ia lantas mengajak teman-teman sesama alumni untuk membantu Ngatimin.
Teman-temannya pun turut tergerak dan langsung memberikan sejumlah donasi.
"Saya merasa waktu kemarin muncul berita itu, karena jualannya di Boulevard UNS, saya sebagai alumni dan suka anak-anak, suka mainan superhero segala macam, saya punya ide kontak sama teman-teman alumni satu angkatan saja," beber Danar.
"'Siapa yang pengin borong mainan bapake?' awalnya begitu, terus teman-teman alumni tergerak."
"Dalam satu malam, akhirnya bisa untuk membeli dagangannya dan datang juga dua sampai tiga alumni," sambungnya.
Baca: Borong Mainan Dagangan Ngatimin sang Pejuang, Superman Bagikan 2 Karung Mainan ke Panti Asuhan
Menurut Danar, dari donasi yang terkumpul dalam satu malam, mereka lantas menggunakannya untuk memborong dua karung mainan dagangan Ngatimin senilai Rp 700 ribu, yang kemudian dibayarkan dengan Rp 1 juta.
Selain itu, Danar bersama rekan-rekan alumninya juga memberi sejumlah santunan pada Ngatimin.
"Sabtu (16/8/2020) malam, dalam satu malam, kami iuran, kami beli mainan anak-anak dagangannya Rp 1 juta."
"Yang dijual di lokasi itu paling harganya Rp 700 ribu atau berapa tapi kami beli Rp 1 juta kemudian kami kasih uang Rp 1,5 juta," kata Danar.
Kisah Ngatimin
Diberitakan TribunSolo.com sebelumnya, Ngatimin merupakan seorang pejuang yang pernah bertugas menjadi mata-mata bagi tentara Indonesia.
Dalam menjalankan tugas tersebut, ia juga harus mampu memerankan sosok yang ditugaskan sang komandan waktu itu.
"Komandan berkata ke saya, kamu saya kasih tugas pengawas musuh karena kamu masih di bawah umur tidak dicurigai musuh dan antek Belanda," kata Ngatimin.
"Kemudian, kamu harus pura-pura jadi anak tidak normal saat ketemu dengan tentara Belanda," imbuhnya.
Peran itupun dijalankan Ngatimin muda dengan baik, tentara Belanda tidak menyangka bila dirinya adalah seorang mata-mata.
"Ada Belanda lewat saya layaknya anak tidak normal ngiler-ngiler gitu. Akhirnya, saya dibiarkan saja," tutur dia.
Ngatimin muda pun harus terus memberikan informasi kepada komandannya soal keberadaan tentara Belanda.
Hal itu guna mendukung strategi yang disiapkan sang komandan.
Seiring berjalannya waktu, peran Ngatimin muda semakin berkembang.
Ia mulai ditugaskan untuk memastikan senjata para tentara Indonesia aman disembunyikan di wilayah musuh.
Satu diantaranya yaitu berada di sisi timur lapangan udara Panasan.
Ngatimin terus berusaha mengamankan senjata dan melindungi diri supaya tidak tertangkap.
Apabila tertangkap, Ngatimin muda harus menghadapi nasib kematian.
Ngatimin mengaku dirinya bahkan sempat bertahan hidup dengan memanfatkan tanaman di sekitarnya selama 20 hari karena harus sembunyi dari kejaran tentara Belanda.
Terkadang Ngatimin muda juga harus menahan rasa laparnya.
"Tiap hari begitu saya berjuang tanpa makan, caranya menghitung hari itu batang pohon kecil saya tekuk tapi tidak dampai patah," aku dia.
"Kalaupun makan, makan dedaunan yang ada di sekitar meski rasanya tidak enak," tambahnya.
Perjuangan Ngatimin muda membantu melawan tentara Belanda usai saat tahun 1951.
Ngatimin kemudian memilih masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Colomadu.
Sementara itu, Ngatimin mengaku sudah tidak lagi mendapat kabar apapun soal komandannya setelah perlawanan dengan tentara Belanda selesai.
Baca: POPULER: Pejuang Mata-mata Belanda Pura-pura Jadi Anak Tidak Normal | ABG Ditinju Teman hingga Tewas
Nama komandannya pun sampai saat ini ia tidak tahu lantaran saat itu dirinya tak pandai membaca.
"Saya tidak pernah tanya, meski ada tulisan di bajunya, saya belum sekolah, belum bisa baca," tandasnya.
Kini di usia tua yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin menyambung hidup dengan berjualan mainan.
Dengan laba tak seberapa, ia berusaha bertahan hidup dengan profesi yang kini ditekuninya itu.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta, TribunSolo.com/Adi Surya Samodra)