Politikus PKB : Rencana Penghapusan Premium dan Pertalite Akan Tambah Beban Ekonomi Rakyat
PT Pertamina (Persero) berencana meninjau kembali penghapusan penggunaan BBM dengan oktan (RON) rendah
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berencana meninjau kembali penghapusan penggunaan BBM dengan oktan (RON) rendah di bawah 91 yaitu jenis Premium dan Pertalite yang dinilai tidak ramah lingkungan.
Terkait hal itu, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKB Abdul Wahid mengatakan belum ada persetujuan dari Komisi VII tentang penghapusan Premium dan Pertalite.
"Rencana Pertamina menghapus Premium dan Pertalite, belum ada persetujuan (dari Komisi VII DPR RI)," ujar Abdul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (2/9/2020).
Abdul menyoroti penghapusan kedua BBM tersebut justru akan menambah beban ekonomi bagi masyarakat. Apalagi harga Premium dan Pertalite lebih bisa dijangkau daripada Pertamax.
"Jika dihapus tentu akan menambah beban ekonomi bagi masyarakat, karena Premium dan Pertalite jauh lebih murah dari Pertamax," ungkapnya.
Di sisi lain jika komponen BBM lebih mahal, Abdul melihat hal itu tentu berimbas pada ongkos produksi yang juga bertambah sekaligus mempengaruhi harga barang. Turunan lainnya, kata dia, akhirnya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan akan menjadi ekonomi biaya tinggi.
Abdul pun mendorong Pertamina mempertahankan Premium dan Pertalite di tengah pandemi Covid-19. Karena tentu penghapusan keduanya akan berpengaruh pada masyarakat yang terdampak Covid-19.
"(Masyarakat) Tentu terbebani. Jadi kita tetap mendorong Pertamina untuk tetap mempertahan Premium dan Pertalite sampai kondisi ekonomi kita membaik," kata dia.
"Jika Covid-19 dan ekonomi membaik, baru kita bisa menghitung-hitung apa perlu dihapus atau tetap di pertahankan. Tentu harus ada kajiannya, bukan hanya kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan tapi dampak sosial dan ekonomi juga menjadi pertimbangan," imbuh Abdul.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) tengah meninjau kembali penggunaan BBM beroktan rendah di bawah 91, yaitu Premium dan Pertalite.
Direktur Utama Pretamina Nicke Widyawati menjelaskan, peninjauan dilakukan sebagai upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah untuk menekan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017.
"Pada peraturan tersebut diisyaratkan bahwa gasoline yang dijual minimum RON 91, artinya ada dua produk BBM yang kemudian tidak boleh lagi dijual di pasar yaitu Premium (88) dan Pertalite (90)," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (31/8/2020).
Rencana ini perlu ditinjau kembali karena porsi konsumsi dua jenis BBM tersebut paling besar di antara enam jenis BBM yang dijual perusahaan. Pada 22 Agustus 2020, penjualan Premium mencapai 24.000 Kilo liter (KL) dan Pertalite 51.500 KL.
Sedangkan untuk penjualan BBM dengan RON di atas 91, yaitu Pertamax (92) hanya sebesar 10.000 KL. Sementara Pertamax Turbo (98) cukup 700 KL.
"Maka, ini perlu dikaji lagi dampaknya bagaimana. Kami juga dorong supaya konsumsi orang yang mampu beralih ke BBM yang ramah lingkungan," ujar Nicke.
Lagipula, kata Nicke lagi, di kawasan Asia saat ini yang masih mengonsumsi BBM setara Premium hanya Indonesia dan Bangladesh. Sementara, di level dunia ada lima negara lain, yakni Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, dan Uzbekistan.