Kisah Nenek 80 Tahun Diadili Karena Memanen Sawit di Lahan Sengketa
Esterlan Sihombing diadili di Pengadilan Negeri Simalungun, Senin (7/9/2020) siang, pasalnya dituduh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Medan, Alija Magribi
TRIBUNNEWS.COM, SIMALUNGUN - Kisah sedih seorang nenek-nenek yang mesti diadili karena berurusan dengan hukum karena hal yang tidak diketahuinya.
Esterlan Sihombing diadili di Pengadilan Negeri Simalungun, Senin (7/9/2020) siang, pasalnya dituduh mencuri kelapa sawit.
Raut wajahnya penuh kecemasan terpancar dari wajah Esterlan Sihombing yang hadir di Pengadilan Negeri Simalungun, Senin (7/9/2020) siang.
Di usia senjanya yang sudah menginjak 80 tahun, ia harus berurusan dengan meja hijau atas dakwaan pencurian sawit.
Baca: Dipicu Sengketa Lahan, Seorang Anggota Polisi Tewas Ditikam di Empat Lawang
Nenek Esterlan Sihombing berharap jaksa bisa bersikap jujur dalam mengadilinya atas kasus pencurian sawit di ladang yang sebelumnya adalah miliknya sendiri.
"Harapannya jaksa jujur dan gak neko-neko. Bisa bijak sebenar-benarnya," ujarnya dengan sebagian menggunakan bahasa Batak.
Rencananya sidang tuntutan akan berlangsung pada Sabtu pekan depan.
Amatan wartawan, Esterlan Sihombing datang ke pengadilan dengan menggunakan tongkat.
Baca: Warga Sepakat Gelar Sumpah Pocong Karena Sengketa Tanah Tak Temui Kesepakatan
Terlihat juga sejumlah obat-obatan di plastik tentengannya.
Ia juga membawa obat pereda sakit kepala yang diminum dua minggu sekali lantaran kerap pusing bertahun-tahun.
Nenek Esterlan sendiri hadir sebagai terdakwa dalam agenda mendengarkan saksi yang meringankannya di Ruang Tirta PN Simalungun.
Adapun, saksi yang memberikan keterangan adalah Kepala Dusun III, Nagori Jawa Baru, Kecamatan Huta Bayu Raja, bernama Lambok Putra Sinaga.
Lambok menjelaskan bahwa, tanah di mana berdiri tanaman sawit itu adalah kepunyaan Nenek Esterlan.
Ia menyampaikan, sepengetahuannya sawit itu sendiri ditanam Esterlan dan almarhum suami, Jalongin Simbolon.
Pengacara Esterlan, Parluhutan Banjarnahor menambahkan, tanah tersebut sedang dalam status sengketa di Pengadilan Tinggi Medan.
Oleh sebab itu, Esterlan tak layak diadili dalam kasus pidana.
"Makanya kasus ini seakan dipaksakan oleh Polsek Tanah Jawa dan kejaksaan. Sebab tanah yang berdiri sawit itu masih dalam sengketa di Pengadilan Tinggi Medan," ujar Banjarnahor.
Dengan demikian, ujar Banjarnahor, sebelum adanya keputusan hukum dari kasus perdata itu, seyogianya Nenek Esterlan tidak diadili dalam dugaan tindak pidana pencurian kelapa sawit.
Perlu diketahui, kasus ini bermula saat Esterlan Sihombing memanen buah sawit di sebuah ladang pada April 2019.
Saat itu ia tak tahu bahwa ladang dan tempat rumahnya berdiri telah dijual oleh putrinya, Rotua Simbolon kepada seseorang bernama Edy Ronald Simbolon.
Edy Ronald Simbolon mengaku mengalami kerugian Rp 2.910.000 setelah 3 ton sawitnya diambil oleh orang suruhan Nenek Esterlan.
Parluhutan menjelaskan, penjualan tanah ini tak jelas. Sebab jual beli tanah hanya kwitansi dan tidak ada saksi, termasuk Esterlan sendiri.
Namun, sambung Parluhutan, kepolisian mengklaim bahwasanya tanah tersebut sah milik Ronald.
Adapun Nenek Esterlan hingga kini mengaku tak menerima uang penjualan tanah miliknya itu. (Alija Magribi)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Kisah Pilu Esterlan Sihombing (80 Tahun) Diadili Kasus Pencurian Sawit di Ladang yang Dijual Anaknya