Pernah Jadi Kembang Desa dan Menikah di Usia 13 Tahun, Ini Perjuangan Rasminah Cegah Pernikahan Dini
Tak mau wanita lain bernasib sama dengannya, wanita 34 tahun ini terus berjuang mengubah peraturan usia pernikahan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, INDRAMAYU - Tak terbersit dalam benak Rasminah, warga asal Indramayu untuk menikah sebanyak empat kali.
Perempuan ini terpaksa melakukan hal tersebut setelah menjadi korban perkawinan dini.
Tak mau wanita lain bernasib sama dengannya, wanita 34 tahun ini terus berjuang mengubah peraturan usia pernikahan.
Bahkan atas perjuangannya itu, kini Rasminah dikenal sebagai salah satu pahlawan pencegahan Pernikahan Dini.
Bersama Endang Wasrinah dan Maryati, Rasminah berjuang mengubah usia kawin perempuan dengan dibantu Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Penyandang disabilitas ini memang korban perkawinan dini di Indramayu.
Baca juga: Perceraian Meningkat Selama Pandemi, Psikolog hingga Komnas Perempuan Bereaksi, Apa Solusinya?
Kisah pahitnya saat dipaksa menikah dini membuat dia melakukan perlawanan.
Bersama KPI dan teman-temannya, usaha mereka pun berhasil, setelah melakukan perdebatan alot di DPR, akhirnya revisi UU Perkawinan No.1/1974 soal usia kawin perempuan dikabulkan.
Pada tahun 2019, pasal soal usia kawin bagi perempuan akhirnya dirubah dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun.
Namanya pun kini mulai dikenal banyak publik seusai mendapat penghargaan dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) atas prestasinya dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Indramayu.
Baca juga: Kasus Tewasnya Tahanan Herman, Komnas HAM Akan Minta Keterangan Kapolda Kaltim dan Jajarannya
Kepada TribunJabar.id, Rasminah menceritakan, tidak terhitung trauma berat yang harus ia tanggung selepas dipaksa menikah oleh orang tuanya di usia yang sangat belia, yakni 13 tahun.
Rasminah ingin, cukup hanya dirinya saja yang menjadi korban perkawinan anak dan tidak ada lagi korban setelah dirinya.
"Jangan sampai ada Rasminah-Rasminah lain, cukup saya saja yang jadi korban," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jumat (12/3/2021).
Rasminah menceritakan sudah menikah sebanyak 4 kali di usianya yang sekarang menginjak 34 tahun.
Baca juga: Ini 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Mandek, Komnas HAM Jelaskan Penyebabnya
Tak pernah ada kebahagiaan yang ia rasakan sebagai seorang istri saat menjalani rumah tangga tersebut.
"Sama sekali gak bahagia, baru bahagia pas nikah dengan suami keempat, sekarang sudah 8 tahun rumah tangga," ujar dia.
Rasminah menceritakan, saat usianya 13 tahun, ia dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan alasan faktor ekonomi.
Ayahnya saat itu lumpuh, sehingga beban keluarga dibebankan kepada sang ibu.
Rasminah yang dahulunya diketahui merupakan kembang desa pun akhirnya dinikahkan demi membantu ekonomi keluarga.
Namun, di pernikahan awalnya itu tidak berbuah manis, baru setahun menjalani rumah tangga, ia ditinggal begitu saja oleh sang suami tanpa alasan yang jelas.
Dari pernikahan yang pertama, Rasminah dikaruniai 1 orang anak.
Di usianya yang ke 15 tahun, ia bahkan kembali dinikahkan oleh orang tuanya. Ironisnya, kejadian yang sama yakni ditinggal suami kembali terulang.
Saat itu, ia kembali dikaruniai satu orang anak.
Berkaca dari dua pernikahan awalnya itu, Rasminah mengaku mengalami trauma yang amat berat.
Baca juga: Komnas HAM Nilai Pemerintah Semakin Tunjukkan Komitmen dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia
Di usia yang seharusnya sibuk diisi dengan belajar di sekolah, Rasminah sudah harus mengurusi dua orang anak.
Meski demikian, kejadian untuk ketiga kalinya justru mau tidak mau harus ia alami, orang tuanya kembali memaksa Rasminah menikah untuk kali ketiga.
Baca juga: Calon Pengantin Termasuk Korban Tewas Kecelakaan Maut di Sumedang, Sempat Dilarang Ikut Ziarah
Kali ini, Rasminah dipaksa menikah dengan seorang kakek-kakek kaya raya, mereka menikah saat usia Rasminah berusia 17 tahun pada saat itu.
Imbas dari pernikahan itu, kehidupan kelam pun kembali dialami Rasminah.
Ia menceritakan, walau tidak mengalami kekerasan secara fisik, namun apa yang ia rasakan lebih seperti pembantu dibanding seorang istri.
Berbagai pekerjaan berat mulai dari mengurus suami yang sakit-sakitan, mertua, nenek, sawah, dan lain sebagainya ia lakukan sendiri.
Tidak hanya itu, kejadian tidak mengenakan pun lagi-lagi harus dialami Rasminah.
Kali ini, Rasminah harus kehilangan kaki sebelah kanannya setalah mendapat semburan ular saat bekerja di sawah.
Semburan itu, membuat kakinya membusuk, tulang pergelangan kakinya bahkan lepas begitu saja secara sendirinya.
Sejak saat itu, ia harus melakukan beraktivitas berat dengan hanya dibantu sebuah tongkat untuk tetap bisa berjalan.
"Saya pisah dengan ketiga saya ini karena meninggal," ujarnya.
Baru pada pernikahannya yang keempat, di usianya yang menginjak 26 tahun ia baru merasakan bagaimana bahagianya menjadi seorang istri.
Ia tidak dikawin paksa lagi, Rasminah menikah atas keinginannya sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan bertahan lamanya hubungan rumah tangganya sekarang.
Terhitung sudah 8 tahun bahtera rumah tangga ia jalani dengan sang suami.
"Total anak saya ada 5, dari suami pertama 1 anak, suami kedua 1 anak, suami ketiga 1 anak, dan suami keempat 2 anak. Semua anak saya yang urus, suami saya sebelumnya tidak tahu kemana, ninggalin begitu saja," ujar dia.(Handhika Rahman/Tribun Jabar)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Siapa Rasminah Kembang Desa yang Dipaksa Nikah Umur 13 Tahun, Pahlawan Pencegahan Pernikahan Dini