Sejarah Gereja Katedral Makassar: Gereja Tertua di Sulsel yang Terkena Bom 2 Kali
Berikut adalah sejarah Gereja Katedral Makassar. Gereja tertua di Sulsel yang terkena bom dua kali.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Daryono
Pada 1548, Pastor Vincente Viegas menyusul dari Malaka untuk bertugas di Makassar.
Di sana dia melayani para saudara Portugis yang Katolik serta beberapa raja dan bangsawan Sulawesi Selatan yang juga telah dibaptis menjadi Katolik.
Beruntungnya, Raja Gowa yang pertama memeluk Islam, yaitu Sultan Alauddin (1591–1638 serta beberapa raja penggantinya memberikan kebebasan kepada umat Katolik untuk mendirikan Gereja pada 1633.
Namun, gejolak politik antara VOC dan orang-orang Portugis menyebabkan para rohaniwan Portugis tersingkir dari Makassar.
Jatuhnya Malaka ke tangan VOC dan perjanjian Batavia 19 Agustus 1660 pun menyebabkan Sultan Hasanuddin diharuskan mengusir semua orang Portugis dari Makassar.
Sultan mengatur dengan baik keberangkatan orang-orang Portugis.
Bruder Antonio de Torres yang mengasuh sebuah sekolah kecil untuk anak laki-laki meninggalkan Makassar pada 1668.
Sejak itu, tidak ada pastor yang menetap di Makassar selama 225 tahun.
Orang-orang Katolik yang masih ada hanya sekali-sekali dilayani dari Surabaya atau Larantuka.
Pada 1892, Pastor Aselbergs, SJ, dipindahkan dari Larantuka menjadi Pastor Stasi Makassar (7 September 1892) dan tinggal di suatu rumah mewah di Heerenweg (kini Jalan Hasanuddin).
Pada 1895, dibelilah sebidang tanah dan rumah di Komedistraat (kini Jl. Kajaolalido).
Tempat itu kini menjadi lokasi gedung gereja sekarang.
Adapun pembangunan gereja dimulai pada 1898 dan selesai pada 1900.
Pada 1939, dilakukan pemugaran pada bangunan gereja.