Aktivis Minta Gubernur Kaltara Jelaskan Langkah Selesaikan Kasus Pencemaran Sungai Malinau
Jebolnya tanggul itu menjadi polemik. Sebab wadah untuk limbah tambang perusahaan itu, mencemari Sungai Malinau.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal Arifin Paliwang diminta untuk tak diam dan segera memberikan penjelasan kepada masyarakat atas duka yang terjadi di Malinau.
Yakni setelah jebolnya tanggul raksasa milik perusahaan tambang batubara PT. Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Desa Langap, kecamatan Malinau Selatan.
Jebolnya tanggul itu menjadi polemik. Sebab wadah untuk limbah tambang perusahaan itu, mencemari Sungai Malinau.
Bukan hanya dikritik aktivis, warga juga sudah merasakan dampak pencemarannya.
Dimana banyak ikan mati mengapung di Sungai Malinau akibat air limbah mengalir ke sungai.
Baca juga: Pencemaran Air di Kelurahan Sangasanga Dalam Kaltim Tunjukan Lemahnya Pengelolaan Limbah Perusahaan
Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNPPAN) Kaltara, Fajar Mentari, mengatakan pihaknya kaget ketika belakangan Gubernur Zainal Arifin Paliwang muncul.
Namun bukan dengan penjelasan maupun langkah perbaikan, namun muncul dengan program penaburan benih ikan dan udang gala ke Sungai Malinau. Kabarnya, benihnya didatangkan dari Yogyakarta dan Sukabumi oleh PT. KPUC.
Berdasarkan pemberitaan di media massa, sang gubernur malah mengharapkan tidak ada lagi tanggapan negatif dari masyarakat menyoal Sungai Malinau.
Baca juga: Pencemaran Udara di Empat Desa Kabupaten Bogor, Imbas Limbah Beracun Pabrik, Warga Jadi Korban
Menurut Fajar, pernyataan tersebut terkesan ingin membungkam kritik dengan maksud menghindari polemik berkepanjangan atas kasus ini.
“Ini kan boleh dimaknai sebagai narasi sindiran kepada mereka yang mengkritisi persoalan ini," kata Fajar, Senin (26/4/2021).
"Sebagai pemimpin nomor 1 di Kaltara, tentu tidak sepantasnya beliau membangun narasi seperti orang yang sudah kehabisan kata-kata yang lebih elegan dan bijak. Suatu persepsi yang belum tentu benar, tapi menjadi dasar untuk menyindir tanpa alas bijak dan langsung dilepas lontarkan," tegasnya.
Baca juga: Marzuki Alie Laporkan AHY Cs Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik ke Bareskrim Polri
Pernyataan sang gubernur berpotensi mencederai perasaan para pemerhati lingkungan dan aktivis lingkungan. Seperti Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup (Lalingka), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Selain itu tentu menyakiti perasaan warga masyarakat seerta wakil rakyat yang selama ini memberi perhatian. Salah satunya adalah anggota DPR dapil Kaltara, Deddy Yevri Hanteru Sitorus.
"Pernyataan gubernur itu sudah menjatuhkan integritas dan kredibilitas mereka. Terlepas pandangan mereka benar atau salah, mestinya bentuk kepedulian mereka itu disikapi positif, dihargai, didukung, diapresiasi. Jadi, jangan perusahaan saja yang boleh dapat apresiasi dong," tegas Fajar.
Apalagi, lanjut Fajar, pihaknya mengikuti perjalanan kasus limbah ini sejak awal. Gubernur Paliwang tak pernah muncul di awal masalah muncul.
Padahal justru di saat itu sebenarnya warga membutuhkan kehadiran pemimpin daerahnya. Ironisnya, sang gubernur muncul di belakang hari dan langsung berusaha seakan membungkam semua pihak.
“Saya tidak mau mengatakan jika pak gubernur itu tidak peduli atas insiden ini, lantaran kemunculannya tanpa diwakili itu hanya di saat ending romantisnya doang," kata Fajar.
"Terus terang saya belum bisa mengapresiasi gubernur, karena saya tidak tahu kedatangannya itu apakah karena murni panggilan hati, ataukah cuma karena permintaan perusahaan. Penglihatan saya masih gelap untuk menyimpulkannya,” sindirnya.
Yang jelas, pihaknya mencatat bahwa pencemaran akibat melimpahnya air limbah dari kolam pengolahan perusahaan tambang bukan baru terjadi. Sejak perusahaan tambang batubara beroperasi, masalah pencemaran sudah sering terjadi.
Data banyak media telah menujukan bahwa PT. KPUC sudah cukup banyak mendapat catatan merah.
Puncaknya pada tahun 2017 saat kasus pencemaran marak terjadi. Pada tahun itu, sejak Juli sampai September, Sungai Malinau tercemar 15 kali oleh limbah tambang PT. KPUC.
Akibatnya, pencemaran sungai oleh limbah tambang dari Tuyak di Februari 2021 menjadi bencana ekologis terbesar kedua setelah terjadi pada tahun 2017 lalu.
Kematian habitat air pada sungai Malinau menjadi bukti yang tak terbantahkan.
Ini berarti, lanjut dia, perusahaan berpotensi belum memenuhi kaidah-kaidah lingkungan yang tepat. Namun mirisnya, perusahaan tetap melakukan kegiatan seperti biasa tanpa melakukan upaya tindakan antisipasi.
Pihaknya sepakat dengan legislator Deddy Sitorus, semestinya Pemerintah Daerah bertindak dengan tetap mengacu pada undang-undang berlaku.
"Bahwa walaupun kita tidak tahu apakah itu sebuah bencana yang tidak terelakkan atau karena adanya kelalaian atau ada unsur kesengajaan, namun tetap saja prosesnya harus mengacu pada aturan undang-undang berlaku," pungkasnya.
Minta Maaf
Sebelumnya, perwakilan Manajemen PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) telah meminta maaf atas kejadian tersebut.
Permintaan maaf disampaikan oleh pihak Manajemen KPUC Batu Lidung Kantor Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, Irwansyah.
"Saya mewakili Manajemen Batu Lidung, memohon maaf kepada masyarakat yang terdampak karena hal ini," ujarnya seperti dikutip dari Tribun Kaltara beberapa waktu lalu.
Irwansyah mengatakan pihaknya tengah mendata tuntutan-tuntutan yang disampaikan masyarakat.
Termasuk perbekalan air bagi masyarakat terdampak, Dia mengatakan pihaknya telah menyalurkan persediaan air bersih sejak kemarin.
"Untuk wilayah Malinau Kota dan sekitarnya, sejak kemarin kita ikut bantu suplai air bersih bagi warga terdampak. Bagi yang punya kendaraan sendiri kita bantu bahan bakarnya," katanya.
Terkait ekosistem di wilayah sungai Malinau, Irwansyah mengatakan pihaknya telah menyiapkan bibit ikan dan udang untuk dilepas ke wilayah sungai.