Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Guru Honorer di Sukabumi, Terpaksa Mengajar di Atas Perahu, Dibayangi Sergapan Buaya

Kisah inspiratif datang dari seorang guru honorer di Sukabumi. Guru tersebut tetap semangat mengajar para siswanya meski dilakukan di atas perahu.

Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Kisah Guru Honorer di Sukabumi, Terpaksa Mengajar di Atas Perahu, Dibayangi Sergapan Buaya
Tribun Jabar
Belajar luring di perahu- Siti Saroyah S.Pd, seorang guru di SMP 4 Cibitung, Dusun Ciloma, Desa/Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi, karena kesulitan sinyal terpaksa menggelar kegiatan belajar luring di atas perahu di muara Cikaso karena tak ada pilihan tempat lain 

TRIBUNNEWS.COM - Kisah inspiratif datang dari seorang guru honorer di Sukabumi.

Pasalnya, guru tersebut tetap semangat mengajar para siswanya meski dilakukan di atas perahu.

Bahkan, bahaya selalu mengintai lantaran mengajar di atas perahu di muara sungai yang masih banyak buayanya.

Ini yang dialami Siti Saroyah S.Pd, seorang guru di SMP 4 Cibitung, Dusun Ciloma, Desa/Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi.

Dia harus memutar otak saat pembelajaran online, karena anak didiknya banyak yang tidak mempunyai HP dan susah sinyal.

Kendati demikian ia memilih belajar luring (luar jaringan) dengan mendatangi siswa.

Saat luring, ia harus menghadapi berbagai kesulitan, salah satunya dari akses menuju sekolah atau ke tempat luring.

Baca juga: Cerita Perjuangan Guru di Masa Pandemi: Antar Langsung Soal Ujian Hingga Nombok Ratusan Ribu Rupiah

Berita Rekomendasi

"Untuk kesulitan akses ke Ciloma emang kesulitannya di transportasi, ketika jalan darat emang ada jalan darat tapi harus melewati hutan, jalan air kalau posisinya air naik gak bisa berangkat juga."

"Terus kemarin kendala gara-gara corona, pembelajaran tidak efektif apalagi kan ditutup, jadi hanya dua sampai 3 hari dalam seminggu, terus untuk semester dua sekarang juga sama, jadi kita harus ngasih soal ke tiap siswa," ujarnya via telepon pada TribunJabar.id, Minggu (2/5/2021).

Belajar di Atas Perahu Dihantui Buaya

Karena kesulitan sinyal, ia bersama muridnya terpaksa belajar di atas perahu di muara Cikaso karena tak ada pilihan tempat lain.

Saat belajar di atas perahu di muara Cikaso, ia dan muridnya dibayang-bayangi dengan sergapan buaya muara.

Karena buaya itu kerap muncul ke permukaan air dan sering kali jadi 'penonton'.

"Jadi kesusahannya sinyal, kalau khawatir (sergapan buaya, red) pasti ada karena tidak ada cara lain harus gimana, jadi kita kalau misalkan kemarin di sekolah gak bisa, jadi inisiatifnya itu di atas perahu."

"Kemarin kan kita pas belajar di atas perahu itu di Cikaso, kalau di Cikaso terlalu deket dengan jalan kemarin itu kan, takutnya tidak di perbolehkan juga. Jadi kemarin kita di atas perahu terus di pinggir sungai di bawah pohon," terangnya.

Belajar di atas perahu dipilih karena muridnya tak hanya berasal dari wilayah Cibitung, ada juga dari Kecamatan Tegalbuleud, sehingga tempat itu dipilihnya karena berada di tengah-tengah.

"Siswa pun ada dari Tegalbuleud, ada di Cibitung. Jarak ke sekolah kalau lewat air 45 menit, kemudian jalan kaki deket. Tapi anak anaknya yang lebih extrime, halus melewati turun gunung naek gunung," ucapnya.

Ngajar Saat Hamil

Saat ini, guru berumur 27 tahun ini harus berjuang ekstra, karena mengajar dalam kondisi hamil.

Terlebih ia harus mengantarkan soal ujian secara langsung ke setiap siswanya.

Hal itu dilakukan soal tidak bisa dikirim melalui internet atau aplikasi perpesanan karena tak ada sinyal.

"Paling kendala sekarang untuk pembagian soal ujian sekolah ke anak harus ngasih langsung ke anaknya, gak bisa melalui media internet atau pake HP kita kesulitannya di sinyal."

"Apalagi saya sendiri sekarang lagi hamil jadi tantangan juga luar biasa harus turun, naik perahu," ujarnya.

Baca juga: Perjuangan Guru di Batang Antar Soal Ujian ke Pegunungan, Nombok Ratusan Ribu untuk Kuota Internet

Berharap Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan

Siti Saroyah mengatakan, ia sudah mengajar sekitar tiga tahun di SMP tersebut. Saat ini ia menerima gaji setiap tiga bulan sekali.

Dalam sebulan ia dibayar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu tergantung jam per bulan.

"Ngajar sudah 3 tahun menjadi honorer gaji kadang 300 kadang 400 tergantung jam per bulan. Biasanya gajihan tigabulan sekali," jelasnya.

Ia berharap, pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru di pelosok. Terlebih perjuangan mereka dalam mengajar cukup berat.

"Harapannya mudah-mudahan kesejahteraan guru terpencil bisa diperhatikan, apalagi honorer yang hanya mengandalkan hasil dari honor pembagian jam saja kalau dihitung dengan ongkos sudah habis dipake bensin gaji. Dan juga mudah-mudahan sinyal dan transportasi di Ciloma bisa bagus," harapnya.

Berita seputar Hari Pendidikan Nasional

(TribunJabar.id/M Rizal Jalaludin)

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Guru di Sukabumi Terpaksa Mengajar di Perahu, Penontonnya Buaya yang Siap Menerkam

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas