Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Babak Baru Dugaan Pelecehan di SMA SPI, Korban Mengaku seperti Kerja Rodi, Pemilik Tantang Bukti

Babak baru kasus pelecehan seksual di SMA SPI, korban mengaku seperti kerja rodi hingga pemilik sekolah tantang bukti.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Babak Baru Dugaan Pelecehan di SMA SPI, Korban Mengaku seperti Kerja Rodi, Pemilik Tantang Bukti
UPI.com
Ilustrasi pelecehan - Babak baru kasus pelecehan seksual di SMA SPI, korban mengaku seperti kerja rodi hingga pemilik sekolah tantang bukti. 

TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan pelecehan seksual dan eksploitasi ekonomi di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Malang menemui babak baru.

Seorang mantan siswa yang enggan disebutkan identitasnya membenarkan adanya dugaan pelecehan seksual seperti laporan tiga korban ke Polda Jatim pada Sabtu (29/5/2021) lalu.

Ia pun menceritakan bagaimana dirinya dan para siswa lainnya diperlakukan selama menimpa ilmu di sana.

"Saya pernah sekolah di SPI lalu lulus dan bekerja di sana," ujar sumber yang dirahasiakan identitasnya ini kepada Surya.co.id, Kamis (3/6/2021).

Dengan tertatih-tatih, ia bercerita pengalaman buruknya selama besekolah di SMA SPI.

Ia menceritakan bagaimana rasanya mendapat tindak kekerasan dan eksploitasi ekonomi.

Ilustrasi
Ilustrasi (Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan)

"Selama sekolah di sana saya pernah mengalami kekerasan. Saya ketakutan untuk menceritakan. Kami memang mengalami kekerasan. Apa yang diberitakan adalah benar. Iya itu benar beritanya," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Keputusannya keluar dari SPI juga didasari atas tindakan kekerasan yang ia alami.

Bahkan ia merasa seperti kerja rodi, karena tidak menerima gaji meski dianggap sebagai pekerja di sana.

"Saya keluar karena ada yang tidak beres. Mula dari kerja dan gaji. Kalau orang kerja itu maksimal 8 jam, di sana lebih dari itu. Sangat lebih."

"Gaji tidak mencukupi tidak apa, tapi karena saya manusia, saya butuh istirahat. Saya merasa kerja rodi di sana," bebernya.

Tak hanya itu, ia membeberkan sistem SMA SPI ada yang tidak benar.

Siswa diminimalisir untuk berinteraksi dengan orang luar. Seolah-olah, SPI membentuk lingkungan tersendiri untuknya.

Bahkan ia menceritakan pernah diajak ke Surabaya oleh pemilik sekolah ketika ada try out di sekolahnya.

"Bisa dibilang saya di sana mendapatkan pelajaran sangat jarang. Bahkan saat saya lagi try out bersama, saya diajak meeting ke Surabaya sama yang punya sekolah. Sehingga saya tidak ikut ujian," terangnya.

Baca juga: KISAH Tokoh Anti-Pelecehan di Sekolah,  Diancam Akan Diperkosa sampai Akan Diusir

Lebih parah lagi, waktu ibadahnya juga sering tersita demi memenuhi jadwal kunjungan tamu.

"Itu bukannya kami tak diizinkan, tapi karena punya tanggung jawab. Kalau hari itu saya punya tugas banyak, kami tetap bekerja. Harusnya ada waktu libur. Kasihan anak yang di dalam. Mereka tidak libur," katanya.

"Jujur saya takut komentar lebih dalam. Saya tahu semuanya. Keluarga saya tahunya saya ke Batu untuk sekolah," tambahnya.

Kuasa Hukum Pemilik Sekolah Bantah Pengakuan Korban

Kuasa Hukum pemilik SMA SPI, Recky Bernadus Surupandy membantah pengakuan korban yang menceritakan pengalaman pahitnya selama bersekolah di SMA SPI.

Menurut Recky, pihaknya tengah mengumpulkan bukti-bukti untuk menantang pengakuan tersebut.

"Itu sama sekali tidak benar, maka dari itu saya juga tengah mengumpulkan bukti-bukti, keterangan-keterangan," kata Recky kepada Surya.co.id, Kamis (3/6/2021).

Dia mengatakan, kalau yang disampaikan narasumber mengenai pengalaman pahitnya itu benar, maka SPI sudah bubar sejak lama.

"Jika memang terjadi kekerasan seksual, fisik dan eksploitasi ekonomi pasti juga bakalan dikeroyok oleh warga," jelasnya.

Di sisi lain, Recky juga menyinggung adanya sejumlah pelajar yang dikeluarkan karena melakukan pelanggaran seperti mencuri.

Baca juga: FAKTA Dugaan Pelecehan Seksual di Sekolah SPI Kota Batu: 3 Korban Melapor, Bantahan Pemilik

Untuk itu, Recky masih mengumpulkan bukti apakah siswa yang melapor adalah mereka yang pernah dikeluarkan.

"Nah, apakah yang mengadu saat ini adalah salah satu siswa yang kami keluarkan karena pelanggaran? Maka dari itu harus pilah-pilah lagi," terangnya.

Tindak kekerasan seksual sering terjadi tanpa banyak diketahui orang.

Selain itu juga ada faktor relasi kekuasaan yang membuat korban tidak berani buka suara. Menanggapi hal itu, Recky menegaskan kalau SPI bukan sekolah yang tertutup.

Recky pun mempertanyakan terkait tindak kekerasan seksual yang sering terjadi tanpa banyak diketahui orang.

Juga, menurutnya, faktor relasi kekuasaan yang membuat korban tidak berani buka suara tidak berdasar.

Sebab, menurutnya, SMA SPI tidak menutup akses informasi dengan pihak luar dan siswa dibebaskan untuk berkomunikasi dengan siapa saja.

Baca juga: DPR RI Soroti Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Sekolah SPI Malang

"Sekolah itu bukan sekolah yang tertutup untuk akses informasi dari pihak luar. Dalam arti, di situ juga ada pegawai-pegawai dari luar yang bekerja."

"Anak-anak bisa berkomunikasi secara langsung. Bahkan juga bisa berkomunikasi dengan tamu-tamu. Kalau memang benar terjadi hal seperti itu, apa sulitnya untuk mengadu kepada mereka," jelasnya.

Recky mengatakan, kliennya masih belum mendapat panggilan dari Polda Jawa Timur untuk dimintai keterangan.

Recky menegaskan juga kalau pihaknya berkomitmen menolak kekerasan terhadap anak.

Jika ada orang yang merasa dirugikan atau menjadi korban atas suatu perbuatan pidana, maka ia berhak untuk melakukan upaya ke jalur hukum.

"Namun juga wajib menyertakan bukti-bukti karena hal itu yang akan diuji," terangnya.

Saat ini, Recky tengah mengumpulkan sejumlah alat bukti sebagai bahan perlawanan terhadap laporan Komnas PA ke Polda Jatim beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, bukti-bukti yang dikumpulkan cukup kuat.

"Insyallah bukti yang kami kumpulkan kuat dengan didukung keterangan-keterangan lain," ungkapnya.

Komnas PA Menduga Korban Pelecehan Bisa Mencapai 40 Orang

Perwakilan Komnas Perlindungan Anak atau Komnas PA Surabaya, Riri ikut mendampingi pemeriksaan para saksi korban kasus dugaan pelecehan seksual di SMA SPI, Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

Menurut Riri, Komnas PA menyiapkan 15 orang saksi korban dan pelapor untuk memperkuat laporan.

Namun, jumlah itu disebut masih berpotensi bertambah.

Bahkan, data yang dimiliki oleh Komnas PA, jumlahnya bisa mencapai lebih dari 40 orang.

"Untuk saat ini yang terdata di kami berpotensi sekitar lebih dari 40 anak."

"Sehingga kami dari Komnas PA akan membuka layanan untuk pelaporan dari masing-masing kota dan kabupaten maupun provinsi," ungkap Riri, dikutip dari tayangan Youtube, Kompas TV, Jumat (4/6/2021).

Menurut Riri, kesimpulan tersebut diambil karena dugaan pelecehan seksual dan kekerasan yang dilakukan pelaku, sudah berjalan sejak angkatan pertama sekolah SPI yakni tahun 2009.

"Jadi ada dua yang dikemukakan, pertama adalah tentang pelecehan dan pencabulan yang dilakukan yang kedua adalah tindakan kekerasan," ungkap Riri.

(Tribunnews.com/Maliana, Surya.co.id/Benni Indo, Kompas TV)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas