Empat Kali Gagalkan Penyelundupan Benur Senilai Rp 100 Miliar
Jambi jadi pintu masuk penyelundupan benur. Tentu bikin sibuk polisi di Jambi, terutama Polres Tanjung Jabung Barat.
Editor: cecep burdansyah
Kita lakukan penegakan hukum secara profesional. Karena apabila suplier-nya tidak bisa kita tangkap maka lalu lintas, ini akan terus-menerus, karena banyak yang siap menjadi penghubung mau pun lalu lintas penyelundupm baik yang di darat mau pun yang di laut, karena cukup tinggi tawaran yang menggiurkan dengan waktu yang cukup cepat dan cara kerja yang tidak begitu rumit, mereka diiming-imingi dengan tawaran fee yang cukup menggiurkan. Ini menjadi atensi kita supaya lingkungan di Tanjung Jabung Barat ini bisa berupaya sama-sama menggagalkan penyelundupan benur ini.
Dari empat kali penangkapan, mereka hanya berhenti di level nelayan saja atau bisa ditingkatkan ke level di atasnya?
Salah satu yang bisa ditingkatkan ke level atasnya ialah penelusuran dari apa yang ditangkap di Tanjung Jabung Timur mau pun di Tanjung Jabung Barat, kita harus terintegrasi baik itu penyidik antar-Polres mau pun di Polda Jambi.
Pak Kapolda Jambi melihat itu sebagai sindikat, sehingga kita melakukan evaluasi. Yang ditangkap di timur, di barat, mau pun di Polda, kita kerucutkan, apakah mereka memiliki konektivitas, sama-sama memiliki sumber pengiriman yang sama.
Ternyata di beberapa penangkapan kita memang memiliki hubungan, sehingga hubungan-hubungan itu kita sinkronkan. Di timur suplainya sama, di barat juga sama, sehingga itu menjadi kelengkapan alat bukti, petunjuk, mau pun saksi, sehingga bisa tarik ke suplier-nya, makanya yang di Pangandaran bisa kita amankan, termasuk yang di Riau yang menyiapkan kapal cepat, karena kapal cepat yang disiapkan itu manakala sudah menerima pengiriman benur dari sungai mereka memiliki mesin yang cukup besar dan cukup kencang.
Kasus terakhir, penangkapan dengan pelaku AS alias Acok di tengah laut, bagaimana kronologinya?
Kelompok ini sudah diendus bekerja selama Ramadan. Indikasinya mereka memanfaatkan momen Ramadan ini--yang kita fokusnya pada Covid-19, lalu lintas orang, dan karena masih masa pandemi--mereka melihat itu sebagai peluang untuk penyelundupannya.
Saat penegak hukum sedang berkonsentrasi yang lain, mereka memanfaatkan situasi itu. Indikasi itu sudah kita cium cukup lama dan sudah kita lakukan upaya lebih. Namun mereka cukup licin karena memanfaatkan waktu-waktu saat petugas lengah, antara pukul 00.00 WIB hingga dini hari.
Saat kita lakukan penangkapan di sungai menuju arah muara, empat orang ini tidak menyerah begitu saja. Saat disuruh berhenti, mereka tetap melajukan pompong, tapi dengan kesigapan petugas, kita sudah siap untuk mengejarnya.
Tapi keberhasilan kali ini tidak hanya petugas Polri saja yang bekerja, kita juga memberdayakan masyarakat di sepanjang jalur Kuala Indah, Sungai Limpung, Betara, semua masyarakat yang kita rekrut menjadi Satgas Gempur kita pasang menjadi masyarakat yang suka rela peduli terhadap lingkungan, khususnya penyelundupan benur di wilayah Tanjung Jabung Barat.
Apa ancaman hukuman yang diterapkan pada mereka?
Mereka dikenakan ancaman Undang-undang Perikanan, yang ada dalam Undang-undang nomor 45 tahun 2009, melanggar pasal 88 Jo pasal 26 dan pasal 92 Jo pasal 16 yang ancaman hukumannya delapan tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Apa pesan Anda masyarakat Tanjung Jabung Barat, khususnya di pesisir?
Upaya penanganan penyelundupan benur ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Polri. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk menyelamatkan sumber daya ikan di negara kita, karena benur ini bisa menjadi unggulan sumber daya yang bisa dimanfaatkan maksimal. (Mareza Sutan A J)
Baca juga: Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Jadi Kapolresta Langsung Perangi Covid-19 (2-Habis)