Kakek di Aceh Divonis 16 Tahun Penjara, Tega Nodai Cucu Kandungnya di Tepi Pantai
Kasus rudapaksa anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Pelakunya adalah kakek berinisial RS.
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Kasus rudapaksa anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Diketahui pelakunya adalah kakek berinisial RS.
Sedangkan korbannya adalah orang dekat dari pelaku sendiri, yakni cucu kandungnya bernama Mawar (samaran).
RS menodai Mawar sebanyak tiga kali.
Pada Selasa tanggal 4 Agustus dan 6 Agustus 2020, serta satu hari lainnya dalam tahun 2020.
Lokasinya berada di tepi Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Baca juga: Kakek 63 Tahun di Lampung Rudapaksa Anak di Bawah Umur, Modus Minta Kerokan karena Masuk Angin
Kini kasus yang membelit RS sudah memasuki meja persidangan dengan agenda pembacaan vonis.
Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho, Senin (6/9/2021) menjatuhkan hukuman maksimal berupa ‘uqubat penjara selama 200 bulan untuk terdakwa RS.
Kakek RS dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja melakukan jarimah rudapaksa.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada. Senin (6/9/2021) di Ruang Sidang Utama Mahkamah Syar’iyah Jantho, oleh Majelis Hakim bersidang.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho Siti Salwa, SHI MH melalui Humasnya Fadhlia S.Sy MH, dalam rilisnya kepada Serambinews.com, Selasa (7/9/2021) mengatakan, vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim merupakan hukuman maksimal untuk pelaku rudapaksa.
Baca juga: Perempuan Muda Dirudapaksa Adik Kandung hingga Hamil dan Melahirkan, Pelaku juga Ajak Tiga Temannya
Ini sebagaimana ketentuan Pasal 46 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah rudapaksa terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya, diancam dengan ‘uqubat ta’zir cambuk 150 kali, paling banyak 200 kali atau denda paling sedikit 1.500 gram emas, paling banyak 200 bulan gram murni atau penjara paling singkat 150 bulan paling lama 200 bulan, ” ujar, Fadhlia S.Sy., MH.
Ia juga mengutip isi Pasal 49 Qanun Nomor 6 Tahun 2014, Pertimbangan Mejelis Hakim menjatuhkan uqubat maksimal.