Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Herry Wirawan Rudapaksa Santri: Jadikan Korban Mesin Uang hingga Diduga Korupsi Dana Bantuan

Herry Wirawan, guru yang rudapaksa santriwatinya ternyata juga menjadikan korban sebagai mesin uang.

Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Kasus Herry Wirawan Rudapaksa Santri: Jadikan Korban Mesin Uang hingga Diduga Korupsi Dana Bantuan
Istimewa via Tribun Jabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, yang merudapaksa 12 santrinya. 

Menurut keterangan kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, para santriwati tidak sepenuhnya 100 persen belajar, melainkan dijadikan mesin uang oleh pelaku.

Para santriwati tersebut diminta untuk membuat proposal guna menggaet donatur untuk berdonasi di pesantren.

"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," ucap Yudi di Garut, Jumat (10/12/2021), masih dikutip dari TribunJabar.

Tak sampai di situ, yang mengherankan, sama sekali tak ada guru perempuan yang mengurus puluhan santriwati di pesantren itu.

Hanya ada pelaku saja yang bertugas sebagai penanggung jawab.

Menurut Yudi, hal itulah yang membuat Herry melakukan aksi bejatnya berulang-ulang.

"Dan laki laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ungkapnya.

BERITA REKOMENDASI

Saat ini pihak Yudi tengah berjuang agar pelaku dihukum kebiri.

Menurutnya, kebiri adalah hukuman yang masuk akal bagi pelaku karena ada satu korban yang diketahui mengalami depresi berat.

Dijadikan kuli bangunan

Tak hanya membuat proposal, para santriwati juga dijadikan kuli bangunan.

Agus Tatang, warga di sekitar Madani Boarding School Cibiru, mengatakan selain belajar agama, para santriwati juga diminta untuk mengerjakan proses pembangunan di pondok pesantren tersebut yang seharusnya menjadi tugas laki-laki.


"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki. Tapi di sana mah perempuan semua enggak ada laki-lakinya," ucapnya, Jumat, dilansir TribunJabar.

Ia juga mengaku tidak tahu ada santriwati yang berbadan dua.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas