Berdalih untuk Pengobatan Istri, Kepala Sekolah di Sumut Korupi Dana BOS Rp 214 Juta
Kasus seorang kepala sekolah melakukan tindak pidana korupsi terjadi di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Sumut).
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Kasus seorang kepala sekolah melakukan tindak pidana korupsi terjadi di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Sumut).
Diketahui yang pelakunya adalah Harles Sianturi (56).
Pria 56 tahun itu merupakan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Dolok Silau.
Kini ia sudah dicopot dari jabatannya lantaran memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi Rp 214 juta untuk membiayai perobatan istri.
Sementara kasus yang membelit Harles sudah naik ke meja pengadilan dengan agenda mendengarkan saksi pada Kamis (16/12/2021).
Baca juga: Jaksa Agung: Hukuman Mati Bagi Koruptor untuk Efek Jera dan Cegah Kasus Korupsi Terulang
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Medan, menghadirkan Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Simalungun Rusman Siagian.
Dalih Harles menggunakan dana BOS untuk perobatan istri dibenarkan Rusman.
"Saya pernah ke sekolah mau jumpai terdakwa. Tapi semenjak berkasus bapak ini jarang masuk. Saat saya hubungi dia selalu berjanji minggu depan saya berikan (uang BOS). Katanya waktu itu (uang BOS) dipakai berobat, sakit istrinya katanya," kata saksi.
Rusman menjelaskan, bahwa pada tahun 2019 sekolah yang dipimpin terdakwa menerima dana BOS sejumlah Rp 214 juta untuk pembiayaan teknologi informasi.
"Harusnya Rp 214 juta itu akan dibelanjakan untuk rumah akses belajar yang dilengkapi internet, untuk ujian berbasis komputer. Tapi tidak ada dibeli sama sekali oleh terdakwa, satu barang pun tak ada," bebernya.
Dikatakan saksi, terdakwa juga telah menerima surat peringatan hingga tiga kali, sebab pengadaan barang tak kunjung dilakukan. Belakangan kata saksi bahwa dana tersebut sudah terdakwa tarik seluruhnya dari rekening sekolah.
Baca juga: Mengenal Kortas Tindak Pidana Korupsi Polri, Disebut-sebut akan Diisi Novel Baswedan Cs
"Uang sudah ditarik terdakwa dari rekening, setelah kami cek sekaligus ditarik. Sepengetahuan saya sampai sekarang belum ada pengembalian," katanya.
Dikatakan saksi, saat itu ada 312 sekolah yang menerima dana BOS Afirmasi dengan jumlah dana yang berbeda-beda.
Dari seluruh sekolah tersebut kata saksi hanya sekolah yang dipimpin terdakwa tidak memiliki laporan pertanggungjawaban.