Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bertahan di Masa Pandemi, Petani asal Ngawi Ini Beberkan Kunci Suksesnya

Rizky Syahrirul Barokah, petani, menceritakan pengalaman mampu bertahan di masa pandemi Covid-19.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Bertahan di Masa Pandemi, Petani asal Ngawi Ini Beberkan Kunci Suksesnya
Ist
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rizky Syahrirul Barokah, petani, menceritakan pengalaman mampu bertahan di masa pandemi Covid-19.

Petani asal Desa Ngompro, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu ternyata menggunakan pupuk organik.

Rizky Syahrirul Barokah mengaku sudah menggunakan pupuk organik sejak tahun 2018 lalu.

Menurut dia, penggunaan pupuk organik lebih menguntungkan, karena dapat dibuat secara mandiri oleh para petani.

Pada awalnya, kata dia, biaya yang diperlukan lebih tinggi untuk membenahi tanah akibat sedikitnya penambahan pupuk kompos pada perawatan sebelumnya.

Baca juga: Pemuda HKTI Optimis Program Jokowi Mampu Atasi Krisis Regenerasi Petani

"Namun jika sudah sehat tanahnya maka biaya akan lebih rendah," kata dia, dalam keterangannya, pada Senin (21/2/2022).

Pupuk merupakan kebutuhan penting bagi petani di Indonesia.

Berita Rekomendasi

Pupuk sebagai pasokan nutrisi bagi tanaman agar pertumbuhannya bisa optimal, sehingga bisa mendorong peningkatan produktivitas pertanian.

Persoalan yang terjadi saat ini adalah keterbatasan jumlah pupuk subsidi dan mahalnya pupuk non subsidi menjadi kendala bagi petani.

Bahkan, tercatat alokasi pupuk subsidi tahun 2022 hanya sekitar 37-42 persen dari total kebutuhan petani di Indonesia.

Namun, untuk mengatasi hal tersebut, sebagian petani mulai melirik pupuk organik sebagai pengganti pupuk pabrikan atau kimia.

Jika kondisi lahan rusak, kata Rizky, untuk memperbaiki biaya cenderung sama bahkan lebih mahal.

"Namun jika lahan sudah sehat maka biaya produksi bisa berkurang mencapai 40 persen," ungkapnya petani milenial ini.

Sarjana Pertanian dari Universitas Jember ini menjelaskan, penggunaan pupuk kimia sintetis mungkin akan menguntungkan petani pada awalnya.

Namun, kata dia, pada akhirnya kebutuhan pupuk persatuan lahan akan semakin meningkat banyak.

Sehingga tentu saja akan membuat biaya produksi semakin membengkak.

Untuk hasil panen, lanjut Rizky yang mencontohkan tanaman padi miliknya, untuk hasil awal diperkirakan panen akan menyusut dikarenakan tanah sudah rusak akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia sintetis sebelumnya.

"Maka perlu pembenahan tanah dahulu untuk mendapatkan hasil maksimal. hasil panen relatif sama dengan penggunaan pupuk kimia sintetis yang berlebih, banyak petani yang masih melebihi dosis pemakaian pupuk kimia sintetis. kondisi petani, selain memakai pupuk subsidi masih menambahkan dengan pupuk nonsubsidi," paparnya.

Selain itu, untuk produksi pupuk organik, kata Rizky, dirinya membuat pupuk organik sendiri baik padat maupun cair.

Pembuatan dengan fermentasi bahan-bahan organik di sekitar kita yang mudah didapatkan.

"Untuk pupuk organik bahannya bisa dari kotoran hewan, seresah daun, jerami dan sekam. Untuk pupuk organik cair bisa dari bonggol pisang, rebung, urine hewan dan lainnya. Pada intinya petani harus menjadi petani yang mandiri," tutup peraih Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Tahun 2019 di Bidang Pangan tersebut.

Kementerian Pertanian di sisi lain terus mendorong penggunaan pupuk organik sebagai bagian utama dalam mengoptimalkan pertanian.

Melalui Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) petani akan lebih produktif dan meningkat pendapatannya.

“Manfaatkan fasilitas ini dengan baik untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mendorong petani gunakan pupuk organik,” terang Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas